"Kami tentu mendukung wacana itu, selama pengurangan jam kerja khusus bagi perempuan bukan karena meragukan fungsi dan kinerja perempuan," kata Sekertaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Parepare, Nila Ridha, di Makassar, Rabu.
Munculnya usulan pengurangan jam kerja perempuan oleh Wakil Presiden, Jusuf Kalla, lantaran kekhawatiran terhadap masa depan generasi bangsa.
Menanggapi hal itu, Rudha mengatakan, masih perlu pengkajian terkait rencana perlakuan khusus terhadap perempuan berkarir, terkait pengurangan jam kerja itu.
"Pola pikir wacana tersebut diiharapkan betul-betul karena responsif gender. Tidak dalam rangka mengurangi kapasitas dan kualitas atau meragukan kemampuan kerja perempuan," ujarnya.
Pada sisi lain, pengusaha punya pandangan berbeda soal itu. Di Kabupaten Pinrang misalnya, sejumlah pengusaha mengaku akan dirugikan jika aturan tersebut nantinya diberlakukan secara umum.
Pengusaha Restoran dan Penginapan Anggie Pinrang, H Agussalim, tidak setuju dengan wacana tersebut.
"Pasalnya, pekerja kami justru banyak yang istirahat meski pada jam kerja. Mereka baru bekerja saat ada tamu. Kalau pengunjung sunyi, tentu mereka lebih banyak santainya," kata dia.
Namun menurut dia, jika pengurangan jam kerja diberlakukan, sementara fasilitas dan tunjangan yang diberikan tetap justru akan semakin memberatkan para pengusaha.
Sebagai gambaran, lanjut dia, dari 17 karyawannya semua kebutuhannya ditanggung, kecuali bedak karyawan perempuan dan rokok untuk karyawan laki-laki. Gaji mereka, kata dia, juga lumayan besar dibanding dengan usaha lain, yaitu Rp800.000-Rp3 juta perkaryawan. Setiap tahunpun gaji ditambah.
Dengan demikian, tegas dia, jika dilakukan pengurangan jam kerja, tentu kurang afdol. Perlu diperjelas, sektor apa saja pengurangan jam kerja perempuan tersebut.
Pewarta: Nurhaya J Panga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014