• Beranda
  • Berita
  • Surabaya bebaskan sekolah swasta memilih kurikulum

Surabaya bebaskan sekolah swasta memilih kurikulum

9 Desember 2014 06:00 WIB
Surabaya bebaskan sekolah swasta memilih kurikulum
Seorang siswa menunjukan buku dengan kurikulum 2013 di perpustakaan SMAN 68 Jakarta, Senin (15/7). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Surabaya (ANTARA News) - Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya membebaskan sekolah swasta untuk memilih Kurikulum 2013 atau Kurikulum 2006 (KTSP), namun kepastian pilihan itu ditunggu hingga Kamis (11/12) untuk pemenuhan buku dan lainnya.

"Sekolah kami beri keleluasaan untuk memilih. Tetap memberlakukan Kurikulum 2013, atau kembali ke kurikulum sebelumnya (KTSP). Kita petakan sekolah mana yang melanjutkan (K-13) dan tidak," kata Kepala Dindik Surabaya M Ikhsan di SMKN 6 Surabaya, Senin.

Di sela pertemuan para kepala sekolah (kasek) SD, SMP dan SMA swasta se-Surabaya di aula SMKN 6 Surabaya, ia menjelaskan jika melanjutkan K-13, maka kesiapannya seperti apa dan apa kendalanya. "Kalau tidak melanjutkan, apa alasannya?," katanya.

Untuk itu, mantan Kepala Bapemas dan KB Kota Surabaya itu memberi waktu pada setiap sekolah untuk menyerahkan pilihannya secara tertulis pada Kamis (11/12). Jeda sengaja diberikan tidak lama, supaya tidak sampai berganti minggu.

"Sekolah memiliki kesempatan dua hari efektif membahas dengan yayasan dan orang tua atau wali murid yang tergabung dalam komite sekolah. Apakah sekolahan meneruskan K-13 atau tidak," katanya.

Menurut dia, sikap sekolahan yang dituangkan secara tertulis dan rangkap empat itu wajib diserahkan ke Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dindik di masing-masing kecamatan untuk tingkat SD, sedangkan SMP dan SMA/SMK langsung setor ke Kantor Dindik di Jalan Jagir Wonokromo, Surabaya.

"Jika sekolah tetap melanjutkan K-13, maka Dindik akan secepatnya mengirimkan buku ke sekolah. Sebenarnya, Kota Surabaya sudah lancar memberlakukan K-13, bahkan menjadi pilot project hingga banyak guru dari sekolah lain di luar Jatim studi banding ke Surabaya mengenai pemberlakuan K-13," katanya.

Ia menambahkan guru di Surabaya sudah mengikuti pelatihan K-13, termasuk pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahkan guru yang telah mengikuti pelatihan dan masih belum paham dipersilakan mendatangi klinik kurikulum di kantor Dindik. "Ada program pendampingan di klinik tersebut," katanya.

Menanggapi kebijakan Dindik Surabaya itu, Kepala SD Karitas 1 Surabaya, Sulistyowati, mengaku pihaknya akan ikut saja kebijakan Kemdikbud.

"Yang pasti K-13 menjadi beban bagi anak, orang tua bingung, dan guru mesti ikut pelatihan. Belum lagi guru dibingungkan mengisi rapor online," katanya.

Lain halnya dengan Plt Kepala Sekolah SD Bahrul Ulum Menanggal Surabaya Imam Hanafi. "Kami ini sekolah yang masih akreditasi B. Kami baru satu semester menjalankan Kurikulum 2013. Kalau kami mengikuti KTSP 2006, apa sekolah kami ini tidak tambah terbelakang? Kami bisa sejajar dengan sekolah lainnya," ujarnya.

Senada dengan itu, Kepala Sekolah SD Khadijah Pandegiling Surabaya, Mohammad Iqbal, mengungkapkan sebaiknya K13 tidak dihentikan, karena dengan menghentikan K13 ini akan ada banyak sekali kerugian yang harus ditanggung sekolah.

"Bagaimana kami mau mengatakan ini kepada wali murid. Ini beban mental, padahal sebenarnya guru-guru sudah mulai enjoy menikmati K13. Sebenarnya tidak ada masalah yang berlebihan," katanya.

Tidak hanya Iqbal, Andrea Yurvian dari SMK Dharma Bahari Tandes Surabaya juga mengakui tidak ada masalah berarti dengan K-13, kecuali pengisian rapor online cukup menyulitkan para guru yang sudah berusia lanjut.

"Biasanya guru yang tidak bisa akan meminta bantuan pihak lain yang kadang tidak mengerti masalah rapor online. Ini kendalanya. Sampai saat ini kami masih belum menemukan solusi untuk mengatasi rapor online ini. Untuk masalah lainnya tidak ada. Ke depan kami akan tetap menerapkan K13," katanya. 

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014