• Beranda
  • Berita
  • Kontrakan imigran Afghanistan di Puncak Rp2 juta

Kontrakan imigran Afghanistan di Puncak Rp2 juta

9 Desember 2014 23:51 WIB
Kontrakan imigran Afghanistan di Puncak Rp2 juta
ilustrasi WNA Pencari Suaka Satu keluarga WNA berkebangsaan Irak yang diduga imigran gelap diamankan petugas Imigrasi Kota Depok di sebuah rumah kontrakan di Jalan Rokan, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/10).(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso) ()
Bogor (ANTARA News) - Sejumlah warga di Kampung Kopo, Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menyewakan rumah/kamar kontrakan kepada para imigran pencari suaka dan pengungsi dari Afghanistan dengan harga mencapai Rp2 juta per bulan.

Seperti dituturkan Fauziah (27), warga setempat, Selasa, yang menyewakan empat kamar kontrakan dihuni 18 imigran itu, di antaranya sudah menetap selama hampir satu tahun.

"Mereka menyewa di sini, sebulannya berkisar Rp1,5 juta sampai Rp2 juta," kata Fauziah saat ditemui, Selasa.

Menurut Fauziah, biaya sewa tersebut sudah normal karena dilengkapi dengan fasilitas seperti kasur, kipas angin, televisi, serta peralatan dapur dan kamar mandi.

Para imigran pencari suaka dan pengungsi tersebut tinggal dan menetap di rumah kontrakan yang dibayar oleh masing-masing secara berkelompok.

"Mereka dapat uang kiriman, selain dari UNHCR juga dikirim oleh keluarga yang ada di Afghanistan maupun yang sudah berada di Australia," kata Fauziah.

Selama menyewakan rumah tinggal bagi para pengungsi dan pencari suaka asal Afghanistan, Fauziah mengaku ada suka dan dukanya. Beberapa kali para imigran kesulitan keuangan sehingga terlambat membayar uang sewa.

Selain itu, karena para pengungsi dan pencari suaka tersebut tidak diperbolehkan bekerja dan belajar, sehingga menghabiskan waktu di rumah dengan berbincang-bincang atau bermain monopoli.

"Kadang mereka suka ribut, ketawa-ketawa saat malam jadi sedikit mengganggu warga juga," kata Fauziah.

Meski terusik dengan kebiasaan para pengungsi yang kerap bercengkeramah hingga mengeluarkan suara keras dari rumah kontrakan, tetapi warga memaklumi, karena prihatin dengan kondisi para imigran tersebut.

Menurut Fauziah, seluruh penyewa di rumahnya mimiliki data lengkap. Agar tidak mengusik masyarakat ia menerapkan aturan yang harus dipatuhi oleh para penyewa.

"Ada yang pro dan kontra dengan keberadaan imigran ini. Selama ini kami tidak merasa terganggu dengan hadirnya imigran tersebut karena mereka sudah taat aturan. Terkadang, justru mereka yang di-bully (diganggu, red) oleh warga sekitar," kata Fauziah.

Belum lama ini, lanjut Fauziah, dua orang pemuda Afghanistan yang menyewa rumah kontrakannya diserang oleh pemuda setempat. Mereka dipukuli dan dimintai uang oleh pemuda kampung.

Muhammad Nasim (33) mengalami luka memar di bagian paha, sedangkan Jawid Fulady (21) dipukul di bagian belakang kepalanya.

"Kejadian sekitar satu minggu lalu, saat itu kami keluar untuk menikmati udara, sekitar jam 21.15 WIB kami pulang, tiba-tiba ada yang menodong dan memukul kami dari belakang. Mereka meminta uang kami, lalu pergi," kata Jawed Fulady.

Sebelumnya Kantor Imigrasi Wilayah II Bogor melakukan operasi gabungan dengan melibatkan Muspika Cisarua mendata keberadaan para imigran gelap di kawasan tersebut. Dalam operasi tersebut terjaring 13 imigran ilegal yang menetap di Puncak tanpa dokumen resmi.

Sementara itu, berdasarkan catatan Imigrasi terdapat sekitar 380 imigran pencari suaka dan pengungsi yang masih menetap di kawasan Puncak. Mereka tersebar di Cisarua, Megamendung, Cipayung dan Tugu Utara. Para imigran ini menunggu untuk diterima di negara ketiga yakni Australia yang menjadi tujuan akhirnya.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014