• Beranda
  • Berita
  • Bagaimana bisa penerbangan murah bisa begitu murah?

Bagaimana bisa penerbangan murah bisa begitu murah?

8 Januari 2015 13:06 WIB
Bagaimana bisa penerbangan murah bisa begitu murah?
Ilustrasi bisnis penerbangan berbiaya rendah. (airlines.net)

Jakarta (ANTARA News) - Mungkin Anda pernah membaca iklan penerbangan komersial seperti ini: Rp99.999 ke Malaysia... Agaknya iklan seperti itu akan memasuki masa-masa akhirnya sejalan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, yang akhirnya menandatangani peraturan tarif batas bawah penerbangan komersial berjadual. 


Aturan baru dari tangan Jonan itu mewajibkan maskapai menjual harga tiket minimal 40 persen dari tarif batas atas saat ini.


Artinya, ke depan tak akan ada lagi tiket pesawat yang ditawarkan atau dijual dengan sangat murah. 


Tapi benarkah penghapusan tiket murah yang ditawarkan maskapai penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) akan menjamin keselamatan terbang? Padahal industri penerbangan adalah industri publik yang paling ketat regulasi dan sangat peka atas reputasi operatornya. 


Beberapa sumber seperti The Economist dan situs forum komunitas penerbangan airlines.net menjelaskan bagaimana penerbangan murah bisa begitu murah.


Segmen perjalanan udara berbiaya rendah atau yang disebut LCC, tidak hanya menjamur di Indonesia, namun saat ini merupakan 35 persen bagian dari lalu lintas terjadwal antar-negara-negara Eropa. Cuma memerlukan waktu sekitar 24 tahun saja sejak RyanAir memulai LCC pada 1990 di Eropa Barat. 


Sementara di Amerika Serikat, maskapai penerbangan Southwest memimpin penyerbuan atas penerbangan mahal sejak 1971.


Beberapa "rumus" itu adalah: 


1. Tingkat isian kabin pemakai jasa penerbangan LCC tinggi


The Economist melaporkan, Southwest Airlines, yang merupakan maskapai "tanpa embel-embel" pertama yang sukses di dunia, menjadi pioner dalam hal mengurangi biaya operasional yang saat ini digunakan di seluruh dunia. 


Untuk mengurangi biaya, Southwest mengisi pesawatnya dengan tempat duduk atau "seats" yang lebih banyak, memastikan setiap penerbangan penuh dan menerbangkan pesawatnya lebih sering dibanding maskapai yang "full-service".


Berdasarkan presentasi dari Asosiasi Maskapai Bertarif Rendah di Eropa (European Low Fares Airline Association/ELFAA) mengenai Variasi Biaya Bandara oleh Sekretaris Jenderal Grup industri Penerbangan, Jan Skeels, pada Konferensi Tahunan Kedua tentang Pengaturan Biaya Operasional Pesawat Terbang, di Dublin, 7 Desember 2005, LCC seperti Ryanair, easyJet, Aer Lyngus dan Southwest bisa terisi hingga 148 tempat duduk untuk kabin kelas tunggal (semuanya ekonomi).


Sementara maskapai reguler seperti Lufthansa, Air France dan British Airways hanya diisi 128 tempat duduk.


2. Cuma satu tipe pesawat terbang


Penerbangan murah juga memangkas biaya dengan cara hanya menggunakan satu tipe pesawat saja. Bukan rahasia lagi, semakin banyak merek dan tipe pesawat terbang maka semakin tinggi biaya perawatan dan pemeliharaan serta semakin rumit manajemen operasionalisasinya.


Baik Southwest maupun Ryanair terbang hanya dengan Boeing B-737 series, sementara maskapai asal Inggris; easyJet, lebih suka menerbangkan Airbus A-320/319 series. Dengan demikian, maskapai akan menghemat anggaran untuk perawatan dan biaya training pilot dan awak baru.


3. Semata-mata kelas ekonomi


Untuk menjamin tiket terjual habis dan pesawat penuh, kelas bisnis dihapus. Selain itu, biaya-biaya untuk pelayanan yang tidak penting seperti membawa bagasi mulai diperkenalkan. Strategi penjualan yang inovatif juga membantu. Saat easyJet dimulai pada 1995, dia hanya menerima pemesanan langsung tanpa perantara. Tiket easyJet 95 persen dijual melalui internet. 


Hal itu akan memangkas biaya gendut yang dikenakan agen perjalanan. Kecerdikan dalam penerapan sistem manajemen-menaikkan harga tiket saat permintaan banyak dan menguranginya saat masa-masa sepi-juga meningkatkan efisiensi.


4. Lebih pragmatis


Ryanair telah menerapkan konsep penerbangan murah lebih jauh lagi. Maskapai itu dikenal akan ruang tunggunya yang sederhana dan tidak glamor, pun tanpa petugas depan yang memesona. 


Perusahaan tersebut menggunakan biaya untuk membentuk perilaku pemakai jasa melebihi maskapai penerbangan manapun. Contohnya, jumlah staf depan di bagian chek-in dikurangi dan pemakai jasa di-"ajak" melayani diri sendiri melalui sistem reservasi tempat duduk secara mandiri memakai instrumen digital. 


Strategi penjualan yang agresif juga dapat mengurangi harga tiket melalui subsidi silang. Taktik demikiam mungkin tak akan nyaman untuk pengalaman terbang, namun Ryanair tetap populer. 


Sebaliknya, maskapai reguler biasanya menyajikan berbagai hiburan dalam pesawat seperti makanan di dalam pesawat. Belum lagi servis check-in cepat, lounges, tiket fisik kertas yang bagus serta adanya kelas bisnis.


5. Semunya serba bayar, bahkan toilet


Ryanair benar-benar jadi maskapai penerbangan terbesar di Eropa. Satu jurus penting mereka adalah "semuanya serba bayar", bahkan pemakaian toilet di dalam kabin pesawat terbang mereka! Dan dia bahkan menggunakan reputasinya yang agak masam itu untuk memangkas biaya lebih banyak lagi. Mereka bertekad memiliki mantra "segala bentuk publisitas adalah publisitas yang baik", yang kadang-kadang membuat pengumuman yang provokatif.


6. Biaya darat serendah mungkin


Maskapai yang menjual tiket murah biasanya memiliki turnarounds atau "waktu singgah" di bandara yang cepat, cuma 25 menit. Hal ini sangat berkorelasi dengan  karena menitikberatkan pada penggunaan pesawat yang lebih efisien. Sebaliknya, maskapai reguler biasanya memakan waktu 45 menit untuk turnarounds karena banyaknya lalu lintas yang ada.


Untuk gaji pegawai sendiri, disebutkan untuk maskapai LCC menerapkan variabel proporsi hingga 26 persen. Sementara maskapai reguler menerapkan basic salaries yang tinggi dengan variabel proporsi 11 persen.


Lalu berapa persen total keuntungan LCC dengan menerapkan cara-cara di atas dibanding maskapai reguler? total keuntungannya adalah 43 persen.


LCC bisa menjual tiket murah karena mendapat keuntungan 16 persen lebih tinggi dari maskapai reguler dengan kursi penumpang yang penuh, tiga persen dari penggunaan pesawat, tiga persen dari gaji kru yang lebih murah, dan enam persen dari biaya airports dan landing yang lebih murah. 


Masih ditambah dua persen dari penggunaan satu tipe pesawat, 10 persen dari meminimalisir biaya stasiun, enam persen dari menghilangkan katering dalam pesawan, enam persen dengan memangkas komisi agen perjalanan, tiga persen dari mengurangi biaya penjualan atau reservasi, dan dua persen dari administrasi yang lebih kecil.


Karena adanya kegelisahan dari para pemegang saham yang menganggap reputasi perusahaan akan menghambat pertumbuhan jumlah penumpang, Ryanair akhirnya mengumumkan akan lebih mengahluskan "kekasarannya" untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Apakah ini artinya kita telah melihat akhir dari strategi "tanpa basa-basi" atau no-frills dalam industri transportasi? Sepertinya tidak.


Meminjam sebagian dari formula "tanpa basa-basi" seperti menghilangkan pelayanan yang tidak esensial dan mengenalkan sistem manajemen yang menghasilkan seperti pengaturan harga tiket, perusahaan seperti SpeedFerries dan Megabus telah memangkas harga tiket untuk feri penyeberangan selat di Inggris dan kereta antar-kota di Amerika Serikat. 


Oliver Wyman, seorang konsultan manajemen, bahkan telah memprediksi bahwa pengenalan gaya manajemen menghasilkan di penerbangan pada kereta api akan menjadi inovasi besar selanjutnya di industri perkeretaan Amerika Serikat. 


Analis mengatakan, sistem itu juga akan menyebar ke Eropa dan Asia. Penerbangan tanpa embel-embel sepertinya punya kekuatan mentransformasi seluruh sistem transportasi, bukan hanya cara terbang kita.

Oleh Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015