"Saya mengharapkan para pengusaha industri TPT bersama pemerintah dapat bekerja sama dalam mewujudkan target ekspor tersebut sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing," ujar Menperin Saleh Husin saat berdialog dengan pengusaha TPT melalui siaran pers di Jakarta, Senin.
Hal ini berarti, lanjut Menperin, nilai ekspor industri TPT diharapkan akan mencapai lebih dari 36 milyar dolar AS pada tahun 2019. Menperin mengatakan, industri TPT nasional merupakan industri strategis yang memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri, serta penghasil devisa ekspor non migas dengan nilai yang cukup signifikan.
Industri TPT juga memiliki keunggulan, di mana struktur industrinya telah terintegrasi dari hulu ke hilir.
Menurut Menperin, hingga saat ini nilai ekspor industri TPT mencapai 12,68 milyar dolar AS dengan surplus neraca perdagangan mencapai 4,21 milyar dolar AS.
Dengan nilai ekspor tersebut, tambahnya, produk TPT mampu memberikan kontribusi ekspor sebesar 11,22 persen terhadap total ekspor industri nasional.
"Meskipun neraca perdagangan nasional mengalami defisit sejak tahun 2012, industri TPT mampu mempertahankan surplus rata-rata senilai 4,3 milyar dolar AS dan kontribusi ekspornya di atas 10 persen terhadap total ekspor industri nasional," ujar Menperin.
Selanjutnya, kontribusi produk tekstil terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan non migas sebesar 8,67 persen serta mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 10,6 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
Sementara itu, Menperin menambahkan, produk garmen nasional telah diakui dunia sebagai produk berkualitas baik yang diminati di manca negara, dan bagi negara merupakan salah satu penyumbang devisa ekspor tertinggi.
Nilai surplus perdagangan dalam beberapa tahun terakhir mencapai lebih dari 6 milyar dolar AS, di mana pada triwulan II tahun 2014, ekspor industri garmen mencapai 3,7 milyar dolar AS atau berkontribusi sebesar 58 persen dari total ekspor Industri TPT Nasional.
Di sisi ketenagakerjaan, industri garmen memberi kontribusi penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar, mencapai 800 ribu orang dan setiap tahunnya memberikan tambahan penyerapan tenaga kerja baru hingga 30 ribu orang.
"Dengan jumlah tenaga kerja sebesar itu, 52 persen dari SDM industri TPT diserap oleh industri garmen," kata Menperin.
Hal tersebut mencerminkan bahwa industri garmen berpotensi sebagai penggerak utama perekonomian nasional.
Namun , ekspor produk garmen yang cukup tinggi, belum diintegrasikan dengan kemampuan suplai bahan baku kain dari dalam negeri.
Kebutuhan kain saat ini diperkirakan hingga 2,1 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi industri kain mencapai 2,5 juta ton per tahun.
Dengan jumlah kapasitas produksi tersebut, seharusnya kebutuhan produk kain dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, namun pada kenyataannya impor kain mencapai 615 ribu ton yang diperkirakan setara dengan 1,53 milyar meter atau sebesar 29 persen dari kebutuhan kain domestik.
“Tingginya impor kain tersebut, menurut saya penting untuk dicari tahu penyebab yang sebenarnya. Apabila link and match supply-demand bahan baku terjadi, maka value added yang maksimal dapat di petik oleh industri dalam negeri,” tegas Menperin.
Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya Program Restrukturisasi Mesin dan Peralatan industri TPT yang telah berlangsung selama delapan tahun, industri TPT Nasional seharusnya telah memiliki kemampuan yang memadai. “Koordinasi dan komunikasi yang terbuka mungkin dapat menjawab permasalahan yang terjadi, walau akan memakan waktu, tapi saya berkomitmen akan mendukung untuk terwujudnya industri TPT yang jaya di pasar dalam negeri maupun luar negeri,” kata Menperin.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015