Tsunami yang pernah menerjang Majene pada 1969 menjadi pengingat bagi Aziil untuk berbuat sesuatu bagi desanya.
"Saya lihat abrasi luar biasa disini, dan khawatir tsunami terulang kembali," kata pria warga Desa Binaga itu.
Aziil mulai merehabilitasi kawasan pesisir yang gersang di desanya sejak 1990. Kawasan pesisir di desanya tidak berpasir. Yang ada hanya karang-karang mati yang sudah memutih.
"Jadi karangnya saya lubangi dan diberi tanah sedikit sebagai medianya," tambah Aziil.
Ia menanam batang-batang mangrove dari Kalimantan yang terbawa arus laut hingga ke wilayah pesisir Sulawesi Barat.
"Karena kami swadaya, dalam setahun hanya bisa menanam seluas satu hektare, paling banyak 800 bibit," katanya.
Atas upaya Aziil, pesisir seluas 60 hektare yang dulu gersang dan rawan abrasi serta intrusi air laut, kini hijau kembali oleh mangrove dan aman dari terjangan ombak.
Ia juga membuat kebun bibit mangrove dan pusat pembelajaran mangrove berbasis masyarakat untuk menyebarluaskan informasi tentang mangrove pada generasi muda.
Dari kawasan mangrove yang kembali terbangun, biota-biota laut yang sebelumnya tidak ada muncul dan berkembang biak. Warga pun turut menikmati hasilnya.
"Saya berkeinginan kawasan ini menjadi ekowisata sebagai tempat wisata juga belajar terutama untuk anak-anak," ujarnya.
Atas perannya dalam menghijaukan kembali kawasan pesisir desanya, Aziil mendapat penghargaan Prakarsa Lestari Kehati dari Yayasan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015