Malang (ANTARA News) - Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Jawa Timur, sukses melakukan operasi cangkok ginjal atau transplantasi ginjal pertama di Jatim bagi pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan."Pak Suji ini mendapatkan donor ginjal dari relawan dan pendonor memang lebih baik dari keluarga atau kerabat sendiri karena lebih identik..."
Kepala Divisi Regional VII Jatim BPJS Kesehatan dr Andi Afdal di Malang, Selasa, mengemukakan pasien pertama operasi cangkok ginjal pertama di RSSA Malang, yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan itu adalah Suji (47), warga Karangrejo.
"Pembiayaan yang terus meningkat karena kebutuhan hemodialisa (HD) atau cuci darah, membuat pasien keberatan, sehingga kami memberikan dana BPJS sesuai ketentuan Undang-Undang," katanya.
Menurut dia, dalam skala nasional, Suji merupakan pasien cangkok ginjal ketiga pengguna BPJS setelah di Solo dan Semarang. Dalam terapi ini setidaknya menghabiskan dana sekitar Rp440 juta dan Suji mendapatkan bantuan pembiayaan dari BPJS sebesar Rp150 juta.
Berdasarkan hitungan Tim Transplantasi Ginjal Utama RSSA Malang, jika dihitung lima tahun ke depan, biaya cangkok ginjal masih lebih murah ketimbang tindakan cuci darah atau HD serta cuci darah menggunakan rongga perut (CAPD).
Ketua Tim Operasi Transplantasi Ginjal RSSA Malang, dr Atma Gunawan, mengatakan setelah tahun kelima, pasien HD akan menghabiskan dana sekitar Rp560 juta dan CAPD sekitar Rp475 juta, sehingga biayanya lebih besar daripada cangkok ginjal yang menghabiskan anggaran sekitar Rp440 juta.
Cangkok ginjal, kata Atma, merupakan salah satu terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal, bahkan jika dibandingkan HD dan CAPD, cangkok ginjal memberikan harapan hidup yang lebih panjang bagi pasien.
Cangkok ginjal memberikan harapan hidup yang sama seperti orang yang memiliki ginjal normal, produktivitas kerja jadi normal, status nutrisi normal dan tidak lagi membutuhkan suntikan eritopoetin atau transfusi tambah darah, stres psikososial juga lebih kecil, serta sedikit sekali ketergantungan terhadap rumah sakit.
Lebih lanjut, Atma mengatakan sebelum melakukan operasi cangkok ginjal, Suji harus menjalani screening oleh Tim Operasi Transplantasi Ginjal RSSA yang sangat intensif di ruang isolasi.
"Pak Suji mengalami gagal ginjal karena hipertensi dan diabetes yang dideritanya, dan kedua penyakit ini memang menjadi penyebab utama gagal ginjal, sehingga kita screening dengan seksama," kata Atma yang juga ahli nefrologi tersebut.
Screening dilakukan untuk memutuskan apakah seorang pasien layak dioperasi atau tidak. Pemeriksaan meliputi golongan darah pasien maupun pendonor, anatomi, dan pengujian lainnya dan jika fungsi ginjal hanya berkisar antara 5-15 persen, maka saat inilah ginjal harus di HD atau cangkok.
Selain diisolasi, Suji juga diberikan suntikan ekstra untuk menjaga daya tahan tubuh dengan optimal. Peningkatan imun pasien ini sangat diperlukan untuk meminimalkan penolakan atau kontraksi karena adanya penanaman ginjal lain, yang tergolong benda asing.
Suji merupakan pasien keenam yang berhasil operasi cangkok ginjal di RSSA Malang. "Pak Suji ini mendapatkan donor ginjal dari relawan dan pendonor memang lebih baik dari keluarga atau kerabat sendiri karena lebih identik, namun bukan berarti relawan tidak bisa mendonorkan ginjalnya," tegas Atma.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015