• Beranda
  • Berita
  • Walhi: banjir DKI karena turunnya daya dukung lingkungan

Walhi: banjir DKI karena turunnya daya dukung lingkungan

11 Februari 2015 15:10 WIB
Walhi: banjir DKI karena turunnya daya dukung lingkungan
Suasana jalan yang tergenang air di Bunderan Air Mancur, Jakarta, Senin (9/1). Sejumlah titik jalan di ibukota tergenang air cukup tinggi sehingga melumpuhkan arus lalu-lintas ibukota akibat turun hujan yang terjadi sejak malam sebelumnya. (ANTARA FOTO/Hermanus Prihatna)

Air itu harusnya tertampung di situ..."

Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup menilai banjir yang terjadi di DKI Jakarta sejak Senin (9/2) bukan murni disebabkan luapan air, namun daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah Ibu Kota memang sudah menurun.

"Ada tiga indikator yang menunjukkan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Jakarta, pertama 13 sungai yang ada di Jakarta telah terdegradasi berupa penyempitan badan sungai dan pendangkalan. Kedua keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) masih sangat kecil yaitu pada kisaran 9,8 persen dari total luas DKI. Ketiga, terdapat situ dan hutan mangrove yang telah berubah fungsi," kata Manajer Penangan Bencana Eksekutif Nasional Walhi Mukri Fiatna saat dihubungi Antaranews di Jakarta, Rabu.

Penyempitan badan sungai dan pendangkalan, salah satunya, menurut Mukri disebabkan oleh tumpukan sampah.

"Ketika sungai sudah mengalami sendimen tasi dan tersumbat oleh sampah maka daya alir sungai melambat. Sungai yang telah tersendimentasi tidak lagi mampu menampung asal air dari hulu dan dari daratan. Akibat ketidakmampuan ini, maka air melimpah," katanya.

Ditambah lagi, air dari daratan tak lagi mampu diserap tanah terbuka karena banyaknya permukaan tanah yang tertutup bangunan dan gedung.

"Air itu harusnya tertampung di situ, tapi kan sudah banyak situ yang kini beralih fungsi," katanya.

Sementara itu, Mukri mengatakan, pada wilayah hilir yang terdapat di pesisir pantai Jakarat Utara dan Barat, banjir terjadi karena muka tanah yang sudah turun ditambah lagi dengan terhambatnya laju air sungai oleh masuknya air laut.

"Masuknya air laut ke sungai ini akibat sabuk hijau (hutan mangrove) kita telah habis," katanya.

Walhi menyarankan, khususnya pada pemerintah provinsi DKI Jakarta agar melakukan mitigasi non-struktural berupa pengendalian tata kelola ruang dan menambah semaksimal mungkin luas RTH sebagaimana ketentuan UU No.26/2006 tentang Tata Ruang.

"Kedua, pemerintah harusnya melakukan mitigasi struktural berupa normalisasi dan revitalisasi sungai untuk dikembalikan sesuai fungsinya," kata dia.

Hal sama juga perlu dilakukan terhadap Situ dan hutan pantai. Sedangkan untuk mereduksi tingkat risiko bencana terkait timbulnya korban jiwa dan kerugian dalam jumlah besar, maka tindakan yang patut ditempuh adalah memperkuat kapasitas masyarakat agar mampu memiliki pengetahuan kebencanaan.

"Dengan demikian maka akan terbangun kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman dan risiko bencana dan memiliki kesadaran untuk menjaga, melindungi dan memulihkan secara kolektif lingkungan yang telah terdegradasi agar kembali mampu memberikan daya dukung dan daya tampungnya," katanya.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015