"Karena ini (thalasemia) penyakit gen, hingga kini belum ada obatnya. Jadi sekalipun penyakit ini tidak bisa diobati tetapi bisa dicegah. Dengan skrining," ujar dr. Pustika kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.
Dia memberi contoh kebijakan kesehatan di negara-negara maju seperti Italia dan Yunani yang telah mewajibkan masyarakatnya terutama pasangan yang akan menikah untuk melakukan skrining.
"Di negara-negara yang sudah maju, yang penderita thalasemianya banyak, itu pemerintahnya yang melakukan skrinning. Jadi, setiap orang yang mau menikah, seperti di Yunani, Italia, harus membawa surat hasil skrining," kata dia.
Dengan begitu, lanjut dr. Pustika, bila salah satu atau keduanya ternyata merupakan pembawa sifat thalasemia maka tindakan lanjutan bisa dilakukan.
"Kalau akhirnya mereka menikah lalu istri hamil, pada kehamilan 12-14 minggu, janinnya bisa diperiksa. Nanti dilihat janin itu sehat, sakit atau pembawa. Kalau sakit kembali lagi ke orang tuanya mau tetap melahirkan janin itu atau bagaimana," tutur dia.
"Kalau tidak begitu, angka penderita thalasemia akan naik terus," tambah dia.
Di Indonesia, angka kejadian pembawa sifat thalasemia ialah lima dari 100 orang atau lima persen. Bila dilihat dari angka kelahiran penduduk, maka sekitar 2.500 orang penderita thalasemia mayor lahir setiap tahunnya.
Ahli kesehatan sangat menganjurkan pemeriksaan pembawa sifat thalasemia terutama pada tiga kondisi, yakni: bila ada riwayat saudara sedarah yang menderita thalasemia mayor. Lalu, kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah meminum obat penambah darah. Terakhir, ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun hemoglobin normal.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015