• Beranda
  • Berita
  • PBB sayangkan Indonesia belum punya UU kekerasan anak dalam rumah tangga

PBB sayangkan Indonesia belum punya UU kekerasan anak dalam rumah tangga

26 Februari 2015 12:57 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB dalam hal Kekerasan Terhadap Anak Marta Santos Pais menyayangkan sampai saat ini Indonesia belum memiliki Undang-undang (UU) yang secara jelas melarang hukuman fisik di dalam rumah tangga.

Padahal, kata Marta, Deklarasi Kyoto telah menyatakan bahwa seluruh pemimpin agama telah sepakat bahwa tak ada dalam teks agama manapun yang memperbolehkan melakukan kekerasan terhadap anak untuk tujuan apa pun, termasuk mendisiplinkan.

Oleh sebab itu, dalam kunjungannya ke Indonesia Marta mendorong pemerintah bergabung dengan 45 negara yang telah memiliki UU yang secara komprehensif melarang kekerasan terhadap anak dalam bentuk apa pun.

Marta mencontohkan, salah satu negara yang telah menerapkan UU yang melarang kekerasan terhadap anak adalah Swedia di mana pembahasan terbuka di masyarakat tentang dampak negatif kekerasan terhadap anak sangat penting sebagai langkah awal.

"Misalnya Swedia, yang merupakan negara pertama yang melarang kekerasan terhadap anak di tahun 1979-perundang-undangan yang baru disertai dengan diskusi intensif tentang bagaimana perilaku kekerasan terhadap anak bisa dihindari. Lebih jauh lagi, keluarga membutuhkan dukungan untuk mengetahui bagaimana membesarkan anak dengan baik tanpa kekerasan," katanya.

Sayangnya, saat ini tak ada daya nasional yang memberi gambaran seberapa parah kekerasan terhadap anak. Namun studi menunjukkan bahwa kekerasan adalah realitas yang tersembunyi yang dialami banyak sekali anak Indonesia yang berjumlah 80 juta anak.

Menurut Global based Student Health Survey atau survei kesehatan global berbasis sekolah, di tahun 2007 sekitar 40 persen murid berusia 13-15 tahun di Indonesia telah melaporkan diserang secara fisik selama 12 bulan terakhir di sekolah mereka.

Setengah dari anak-anak yang disurvei melaporkan mengalami prundungan atau bully di sekolah sementara 56 persen anak laki-laki dan 29 persen anak perempuan di institusi termasuk panti asuhan, pusat rehabilitasi, pesantren, dan asrama, tempat tahanan anak-anak melaporkan mengalami kekerasan fisik. Namun hanya sedikit yang mendapat bantuan profesional.

Selama kunjungannya di Indonesia, Marta telah bertemu anggota DPR RI dan menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015