Melepas penat bersama si meong di kafe kucing

27 Februari 2015 14:40 WIB
Melepas penat bersama si meong di kafe kucing
Pengunjung bermain dengan kucing di Cutie Cats Cafe, Kemang, Jakarta Selatan. (ANTARA News/Nanien Yuniar)
Jakarta (ANTARA News) - Kucing-kucing dari bermacam ras dapat ditemui di ruangan berkarpet lengkap dengan menara yang dapat dipanjati oleh mamalia karnivora dari keluarga felidae itu di The Cat Cabin dan Cutie Cats Cafe.

Sebagian kucing bersembunyi dan tidur di dalam kotak-kotak yang disediakan di berbagai tempat, atau berjalan-jalan di papan menyerupai jembatan yang dirancang melintang dekat langit-langit ruangan di kedua kafe kucing itu.

Ada pula yang berjalan hilir mudik di sekitar ruangan, menikmati elusan para pengunjung, menjadi target bidikan kamera pencinta kucing yang sibuk mengabadikan mereka, atau mengejar-ngejar bola mainan yang bergulir ke ujung ruangan.

The Cat Cabin dan Cutie Cats Cafe di Kemang, Jakarta Selatan, baru mulai beroperasi pertengahan Februari 2015, tapi pengunjungnya terbilang sudah cukup banyak.

Di Cutie Cats Cafe, tercatat ada 100 pengunjung yang setiap hari menanti giliran untuk bermain dengan kucing-kucing di sana. 

Para pemilik The Cat Cabin mengaku kewalahan melayani para pengunjung yang memenuhi kafenya hingga malam hari.

Pengelola kedua kafe itu sengaja membatasi jumlah pengunjung agar kucing-kucing tidak stres karena dikerumuni terlalu banyak orang.


Bermula dari Taiwan

Animal Rights Advocate Igor Purlantov mengemukakan bermain dengan kucing memberikan manfaat kesehatan, seperti mengurangi stres, depresi dan rasa kesepian.

Namun tidak semua orang bisa punya binatang peliharaan. Di negara-negara tertentu, keinginan memiliki hewan peliharaan kerap terbentur dengan aturan pemilik apartemen atau mahalnya biaya perawatan. 

Kafe kucing menjadi solusi dari mereka yang tidak memiliki peliharaan namun ingin berinteraksi dengan binatang piaraan.

Bermula dari Taiwan pada 1998, fenomena kafe kucing kemudian menyebar dan marak di Jepang dan negara-negara lain seperti Korea Selatan, Amerika Serikat dan kawasan Eropa.

Namun kafe kucing tidak terbatas bagi mereka yang tidak punya peliharaan. Kafe kucing juga menjadi tempat berkumpul para pencinta binatang yang sudah punya peliharaan di rumah seperti Lia Kurtz, yang  mendirikan Cutie Cats Cafe.

Lia pertama kali memiliki keinginan membuat kafe kucing setelah terpesona melihat sebuah kafe kucing di Jepang lima tahun silam.

"Anak saya pernah bilang, ayo buat cat cafe di Indonesia, tapi saat itu saya masih sibuk bekerja," kata perempuan yang menggeluti bidang pemasaran selama 13 tahun itu.

Anggota Indonesia Cats Association itu selama bertahun-tahun keluar masuk kafe kucing di berbagai tempat seperti Singapura, Jepang, London dan Amerika Serikat demi mendapatkan formula terbaik dalam mengelola kafe kucing.

Dia antara lain mempelajari cara membuat interior yang sesuai dengan kebiasaan kucing bergerak.

"Saya membuat ruang vertikal dan juga horizontal untuk privasi kucing, bila mereka ingin menyendiri bisa naik ke atas," ujar Lia, menunjuk papan serupa jembatan di dekat langit-langit tempat Argo, si kucing ras Bengal berusia 10 bulan, sedang tidur nyaman.

Para kucing juga dapat bersembunyi atau tidur di tempat persembunyian berupa kotak-kotak bersekat dalam ruangan tersebut.

"Visinya adalah menyediakan kenyamanan untuk kucing dan pencinta kucing. Ini cat cafe, bukan cafe with cat. Cat cafe fokus pada kucing, jadi ruangan disesuaikan untuk kucing," papar dia.

Sebanyak 15 kucing milik Lia dari ras lokal, Exotic, Maine Coon, Persia, Bengal, Himalaya dan Scottish Fold lengkap dengan kalung bertuliskan nama hilir mudik di ruangan persegi beralas karpet cokelat.
 
"Mereka ini hasil seleksi, para kucing yang ramah dan sudah terbiasa bersosialisasi," ujar ibu dari dua anak itu.
 
Sebagian besar perabotan seperti alas empuk untuk duduk terletak di pinggir sehingga kucing dapat bergerak luwes di area luas di tengah ruangan. 

Lia ingin kafenya tidak hanya menjadi sekadar tempat bermain dengan binatang, tetapi juga sumber edukasi mengenai kucing.

"Kami juga menyediakan konten edukasi untuk pengunjung, misalnya pengenalan ras baru atau cara memberi vaksin untuk kucing," kata Lia serta menambahkan kafenya bekerja sama dengan pihak-pihak seperti Indonesian Cat Associations, pelayanan kesehatan Groovy Vetcare serta produsen makanan kucing Purina Fancy Feast.


The Cat Cabin

Seperti Lia, trio pecinta kucing yang bertemu saat menempuh pendidikan di Singapore Management University: Siti Fatimah Hapsari Ayuningdyah (24), Medi Tamma Febrian Mutthaqien (25), dan Yansen Poaler (26), juga membuka kafe kucing.

Mereka menamai kafe yang dibuat dengan persiapan selama empat bulan itu The Cat Cabin.

Ayu mengatakan mereka juga meninjau kafe-kafe kucing di tempat lain seperti Singapura, Jepang dan Inggris.

Mereka sama-sama belajar memulai bisnis tersebut, mulai dari mencari tempat strategis hingga memilih perabotan yang cocok untuk aktivitas kucing.

"Kami first timer untuk semua hal saat membuat kafe ini," imbuh Tamma.

Di The Cat Cabin, pengunjung dapat menemui belasan kucing dari ras Persia, American Shorthair, Korean Shorthair, Persia-Siam dan ras lokal di ruangan yang didekorasi serba kucing.
 
"Kucing-kucing ini selain milik pribadi, ada juga yang diadopsi, dibeli dan diberikan oleh orang lain," kata Ayu, menambahkan bahwa kucing-kucing itu telah melewati berbagai vaksinasi dan perawatan sehingga aman bagi kesehatan pengunjung.

Kafe yang terletak di lantai dua itu memiliki dinding kaca transparan yang menunjukkan pemandangan di Kemang. 

Pengunjung bisa memilih untuk bermain kucing di mana saja, sembari bersandar santai di sofa dengan bantal-bantal empuk, duduk lesehan di karpet yang melapisi lantai kayu sembari menyeruput teh, atau bercengkrama bersama teman di bangku kayu warna-warni.

Dinding kafe dihiasi lukisan, hiasan, dekorasi serta rak berisi buku-buku yang tentunya serba tentang kucing.

"Kami ingin membuat suasana homey, seperti rustic apartment di New York," imbuh Tamma.

The Cat Cabin juga menyediakan banyak aksesori lucu, misalnya topeng kucing, yang dapat digunakan untuk berfoto-foto.


Bukan kafe biasa

Meski dinamai kafe, aktivitas utama di kafe kucing bukanlah makan dan minum, melainkan berinteraksi dengan kucing. Itulah mengapa pengunjung dipatok untuk membayar biaya masuk yang dihitung per jam.

Tarif untuk bermain di The Cat Cabin dipatok Rp50.000 untuk satu jam pertama dan Rp30.000 untuk jam berikutnya untuk pengunjung dewasa. Sementara anak usia 2-10 tahun harus membayar Rp35.000 untuk satu jam pertama dan Rp20.000 untuk jam berikutnya.

Di Cutie Cats Cafe, tarif masuk untuk bermain dengan kucing dihargai Rp50.000 untuk satu jam pertama dan Rp35.000 untuk tiap jam berikutnya.

Menurut Lia, kafe kucing di negara lain seperti Jepang memberi batasan ketat untuk pengunjung sehingga ada tempat di mana anak kecil dilarang masuk.

"Kucing itu tidak suka ditarik ekornya, tetapi kadang anak kecil tidak tahu jadi mereka menarik-narik buntutnya. Untuk menghindari hal itu maka anak kecil dilarang masuk," papar Lia.

Di kedua kafe kucing itu, anak kecil diizinkan masuk asalkan ada orang dewasa yang mengawasi.

Tidak hanya itu, berbagai aturan lain juga diterapkan untuk kenyamanan dan kesehatan para kucing. 

Para pengunjung harus melepas alas kaki dan memakai selop yang sudah disediakan sebelum masuk ke dalam ruangan. Mereka juga harus mencuci tangan dengan cairan antiseptik yang ada di dekat pintu masuk.

Bila ingin memotret kucing, cahaya flash kamera tidak boleh diaktifkan karena akan menyakiti penglihatan kucing. Selain itu, pengunjung juga tidak boleh mengangkat kucing dengan paksa.

"Kucing yang sedang tidur juga tidak boleh dibangunkan," kata Ayu.

Pengunjung bebas menyantap makanan di dalam ruangan namun dilarang memberikan makanan kepada kucing-kucing di sana.

Demi kebersihan, proses pembuatan makanan untuk pengunjung dilakukan di tempat terpisah yang bebas dari para kucing.

Pilihan menu dan kemasannya pun dibuat khusus agar pengunjung dapat menyantap dengan nyaman tanpa gangguan kucing.

Cutie Cats Cafe menyediakan menu-menu yang didominasi makanan manis seperti kue-kue buatan rumah, biskuit dan cup cake. Minuman yang ditawarkan terdiri dari variasi teh, kopi, minuman cokelat dan soda.

"Area dapur dan penyajian terpisah di luar ruangan kucing, tapi pengunjung bisa makan di dalam (ruangan kucing)," kata Lia.

Dia sengaja memilih menu yang tidak mengandung daging atau ikan, hal-hal berbau gurih yang akan menarik perhatian kucing.

"Makanan manis itu yang paling tidak diminati kucing," jelas dia.

Di The Cat Cabin, pengunjung dapat menyantap makanan manis seperti jar cake dan puding, yang akan disajikan di ruangan yang sama dengan kucing.

Mereka juga menyediakan hidangan gurih seperti rice bowl dan lasagna. Agar aman dari para kucing, makanan dan minuman disajikan dalam kemasan bertutup rapat.

Pilihan untuk membeli makanan dan minuman berada sepenuhnya di tangan pengunjung.

"Fokusnya tetap ke kucing, bukan makanan, tapi kami tetap menyediakan makanan bila ada yang mau pesan," imbuh Ayu.

Oleh Nanien Yuniar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015