Walaupun kau akan pergi berpetualang, Jelajahi rimba belantara
Kuharap kau temukan tempat naungan yang aman
Bagai kampung halaman untuk berketurunan
Agar kalian terbebas dari kepunahan
Demikian puisi Marizal (34), yang tak kuasa menahan sedih, seperti seorang bapak kehilangan anaknya, menjelang pelepasliaran dua harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Panti dan Petir.
Sambil menahan air mata, perawat harimau itu merangkai kata untuk mengungkapkan salam perpisahannya dengan Panti dan Petir.
"Rasanya sedih, terutama harus melepas Petir. Dia sudah saya anggap sebagai anak keempat saya, tetapi justru dia yang lebih dulu dikembalikan ke habitatnya dibandingkan dua saudaranya," kata pria asal Desa Tampang, Lampung, itu.
Pria berusia 34 tahun itu menyayangi Petir seperti menyayangi ketiga anaknya.
"Saya merawat Petir sejak dia lahir, kenangan pasti banyak," katanya.
Ia mengenang saat Petir kerap menyemburnya dengan air saat dia sedang memberinya makan atau membersihkan kandangnya.
"Ada rasa jengkel tapi juga senang," tutur Marizal lalu tertawa.
Petir adalah anak Panti yang paling siap dilepasliarkan jika dibandingkan dua saudaranya, Bintang dan Topan.
Pada usianya yang menginjak tiga tahun tiga bulan, Petir tumbuh pesat dengan berat 120 kilogram, liar, dan agresif.
Petir, Bintang, dan Topan lahir di kandang Pusat Rehabilitasi Satwa Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC).
Sebelum melahirkan ketiga anaknya, Panti yang pernah dilepasliarkan pada tahun 2010 terlihat lagi di sekitar Pusat Rehabilitasi Satwa TWNC dengan jari tengah kaki depan sebelah kiri terluka.
Setelah sekitar tiga minggu dalam perawatan, Panti yang sedang hamil melahirkan pada 26 Oktober 2011.
Perawat Raja Hutan
Sebelumnya Marizal hanya seorang petani yang kemudian bekerja serabutan dan tidak pernah membayangkan akan menjadi perawat harimau.
Tahun 2007, ia mulai menjadi perawat harimau setelah TWNC dan Taman Safari Indonesia membangun pusat penyelamatan untuk melakukan translokasi lima harimau sumatera yang mengalami konflik dengan manusia di wilayah Aceh untuk direhabilitasi. Mereka adalah Pangeran, Agam, Ucok, Panti, dan Buyung.
Harimau-harimau tersebut kemudian direhabilitasi di bawah pengawasan ahli-ahli dan dokter satwa dari Taman Safari Indonesia.
Marizal dan rekannya, Mistiriza didaulat menjadi perawat mereka.
Selama setengah bulan ia belajar merawat harimau, membersihkan kandang dan memberi makan binatang buas itu.
"Awalnya saya takut karena setahu saya harimau itu binatang buas, tetapi lama-lama perasaan saya justru menyatu," kata Marizal.
Harimau tidak lagi menakutkan bagi Marizal. Ia jadi terbiasa melihat beberapa harimau liar muncul di sekitar pusat penyelamatan.
Tingkah polah harimau membuat Marizal tidak pernah merasa jenuh dengan pekerjaannya. Ia juga mengaku tak punya kendala dalam merawat si raja hutan.
"Tergantung bagaimana cara menyikapinya, kita harus lihat perilakunya," jelas Marizal.
Menurut Marizal, harimau justru hewan yang pemalu, bersih dan elegan. Harimau mengenal orang-orang yang mengurusnya meski mereka cenderung menjauh dari manusia.
Di Tiger Rescue Center itu, Marizal bertugas membuat harimau-harimau menjadi liar agar bisa bertahan saat diikembalikan ke habitatnya.
Saat waktu makan tiba, mereka dilepas di kandang seluas setengah hektare yang dikelilingi pagar kawat harmonika setinggi lima meter.
Harimau-harimau itu lalu dibiarkan mengejar babi hidup yang sudah disediakan agar mereka bisa belajar memburu mangsa sehingga bisa bertahan hidup saat nantinya dikembalikan ke alam liar, habitat asli mereka.
Pelepasliaran harimau dilakukan untuk menyeimbangkan ekosistem hutan. Mereka juga diharapkan bisa bereproduksi dengan baik dan menambah populasi harimau sumatera yang sudah terancam punah.
Pelepasliaran harimau TNWC telah dilakukan pada 27 Juni 2008, saat Pangeran dan Agam dikembalikan ke alam. Satu tahun kemudian, dilakukan translokasi satu harimau sumatera dari Jambi bernama Salma. Pada 22 Januari 2010, TWNC kembali melepasliarkan dua harimau sumatera, Panti dan Buyung.
Hingga tahun 2015, ada sembilan harimau sumatera yang direhabilitasi di area Tiger Rescue Center TWNC di area konservasi alam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Dan pada 3 Maret 3015, dua lagi harimau sumatera dikembalikan ke habitatnya, Panti dan anaknya, Petir.
Meski berat hati, Marizal merelakan "anak kesayangannya" Petir ke alam liar.
"Meskipun bisa saya bohongi dengan bercanda dan tawa bersama teman-teman, tetapi di hati tidak bisa bohong. Kadang air mata menetes tetapi saya biasanya menjauh dari teman-teman karena malu," kata Marizal.
Malam sebelum hari pelepasliaran, Marizal sempat memberi vitamin dan ayam kepada Petir dan Panti.
"Saat saya kasih vitamin, Petir masih terlelap tidur, saya tidak mau bangunkan dia," ujar Marizal, matanya merah, suaranya tercekat.
Kini, Panti dan Petir sudah berkeliaran ke alam liar.
"Selamat berpisah, selamat berjuang di alam liar. Tetap ada sepanjang zaman sebagai bukti keberhasilan kami," kata Marizal dalam puisi perpisahannya.
Oleh Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015