"Tidak ada nutrisi spesifik yang membantu menghilangkan penyakit. Kafein, antioksidan dan faktor diet kini masih dalam percobaan klinis," ujar dokter spesialis saraf, stroke, neurosonologi dan gangguan gerak (parkinson), Dr. Frandy Susatia, SpS, di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, konsumsi makanan dengan protein tinggi, misalnya, justru akan menghambat penyerapan levodopa (obat yang berfungsi meningkatkan dopamin di otak).
Menurut Frandy, saat ini terapi yang masih disarankan bagi penderita parkinson ialah obat dan operasi.
Untuk obat, penderita umumnya diberikan levodopa (mengandung dopamin). Obat ini dapat memperbaiki gejala motorik dan membantu pasien bergerak lebih mudah.
"Hanya saja, terapi obat hanya disarankan hingga lima tahun pertama. Pemakaian waktu lama, yakni lebih 10 tahun, akan membuat pasien mengalami kelebihan gerakan misalnya tangan meliuk-liuk, mulut mengunyah-mengunyah sendiri," kata dia.
Setelah obat, lanjut Frandy, pengobatan dianjurkan pada pasien ialah operasi. Menurut dia, operasi tidak dapat menyembuhkan penyakit namun memperbaiki kualitas hidup pasien.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis bedah saraf, dr. Made Agus M. Inggas, SpBS, mengungkapkan, jika obat-obatan tidak berhasil atau efek samping obat berat, parkinson dapat diobati dengan operasi.
Operasi stimulasi otak dalam sudah merupakan metode terapi terstandar dan diterima luas oleh kalangan kedokteran.
Terlebih, kata Made, peningkatan kualitas hidup pasien parkinson dapat kembali normal seperti sediakala dalam waktu singkat.
Frandy mengatakan, salah satu teknologi tercanggih untuk menangani penyakit ini adalah operasi stimulasi otak dalam atau deep brain stimulation (dbs). Pada operasi itu pasien hanya diberikan anastesi lokal dan dibiarkan dalam keadaan sadar.
"Hal tersebut bertujuan agar selama proses operasi pasien dapat berkomunikasi dan dievaluasi oleh tim dokter sampai pada tahap pasien dapat bergerak dan berkomunikasi dengan baik dan nyaman," jelasnya.
Made mengatakan, saat ini di Indonesia prosedur operasi ini telah dapat dilakukan.
"Kami sudah lakukan tiga kali operasi dbs. Hanya saja, biaya dbs masih tergolong mahal, secara kasar Rp 475 juta," kata dokter dari RS Siloam Kebon Jeruk itu.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015