• Beranda
  • Berita
  • Putus rantai kekerasan dalam KDRT, kekerasan seksual

Putus rantai kekerasan dalam KDRT, kekerasan seksual

1 April 2015 02:24 WIB

Selain menyelamatkan trauma korban melalui serangkaian terapi sejak dini, laporan itu akan mengakhiri kekerasan serupa di masa depan, karena pelaku kekerasan seksual itu umumnya merupakan korban dari kekerasan seksual di masa lalu juga."

Surabaya (ANTARA News) - Kompol Yashinta Mau dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Jatim meminta masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

"Laporan itu penting untuk menyelamatkan korban, karena luka secara fisik itu mudah diobati, tapi trauma secara psikis itu berdampak masa depan," katanya dalam diskusi di Gedung Konsulat Jenderal AS di Surabaya, Selasa malam.

Dalam diskusi bertajuk "Epidemic of Silence" (pembiaran) untuk menutup rangkaian peringatan Hari Perempuan Internasional yang juga menampilkan Mariyani Zaenal (Pusat Krisis "Cahaya Mentari" Surabaya), ia menjelaskan laporan itu juga penting untuk memutus mata rantai kekerasan.

"Selain menyelamatkan trauma korban melalui serangkaian terapi sejak dini, laporan itu akan mengakhiri kekerasan serupa di masa depan, karena pelaku kekerasan seksual itu umumnya merupakan korban dari kekerasan seksual di masa lalu juga," katanya.

Dalam acara yang dihadiri kalangan pemerintah, LSM, akademisi, dan khalayak umum itu, ia memaparkan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan terhadap anak-anak di Jatim selama tahun 2014, meski data itu hanya berasal dari sembilan dari 38 Polres se-Jatim.

Selama 2014, di Jatim terjadi 246 kekerasan terhadap perempuan dengan 214 kasus di antaranya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Jadi, kasus KDRT itu dominan, lalu penganiayaan ada 13 kasus," katanya.

Untuk kasus kekerasan terhadap anak selama 2014 tercatat sebanyak 227 kasus dengan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual (persetubuhan) sebanyak 129 kasus, lalu kasus penganiayaan sebanyak 43 kasus.

"Yang mungkin tidak diduga adalah locus delicti (tempat kejadian) terbanyak untuk kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual, ternyata di dalam rumah dengan pelaku adalah ayah, paman, kakak," katanya.

Untuk kasus kekerasan terhadap anak dengan pelaku juga anak-anak tercatat 108 kasus. "Tapi, kita sudah memiliki UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang memungkinkan anak sebagai pelaku kekerasan tidak akan dipenjara bila usianya di bawah tujuh tahun," katanya.

Namun, katanya, hal terbaik adalah kekerasan harus dihentikan, karena kekerasan akan dapat melahirkan kekerasan baru. "Karena, kita harus empati pada lingkungan, jadilah aparat untuk lingkungan kita dan laporkan," katanya.

Sementara itu, Mariyani Zaenal dari Pusat Krisis "Cahaya Mentari" Surabaya menjelaskan pihaknya sudah menangani 516 kasus kekerasan di kawasan Sawahan, Surabaya, yang tidak jauh dari eks Lokalisasi Dolly.

"Dari jumlah itu, ternyata umumnya pelaku adalah korban di masa lalu, misalnya PSK (WTS) itu ada yang di masa lalu merupakan korban sodomi saat usia sembilan tahun," katanya.

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015