Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly saat mengadakan kunjungan kepada Jaksa Agung Tiongkok Cao Jianming di Beijing, pekan lalu, kata Kepala Fungsi Politik KBRI Beijing, Sugeng Wahono, Selasa.
Pada 2014, Pemerintah Indonesia mendapat jalan untuk merampas dan menyita sebagian aset terkait kasus PT Bank Century di wilayah hukum Hong Kong. Nilai aset yang dapat dirampas itu berkisar 4.076.121 dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 48 miliar.
Langkah untuk perampasan dan penyitaan itu keluar setelah Pengadilan Tinggi Hong Kong mengabulkan sebagian permohonan pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Hukum dan HAM.
Permintaan itu diajukan melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance/MLA) kepada Menteri Kehakiman Hong Kong.
Nilai aset yang dapat dirampas masih fluktuatif. Mengingat sebagian besar aset tersebut berbentuk saham.
Permintaan MLA Pemerintah RI yang diproses dan diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM ini berdasar pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tahun 2010.
Putusan itu berisi tentang perintah perampasan aset milik dan di bawah kendali Rafat Ali Rizvi, Hesham Al-Warraq, Robert Tantular dan pelaku kejahatan lainnya di Hong Kong.
Putusan itu tidak bisa segera dieksekusi karena berada di negara lain. Sehingga pemerintah harus mengajukan permintaan bantuan hukum timbal balik (MLA) ke negara lain.
Proses pengadilan di High Court of Hong Kong masih belum final. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan upaya banding untuk mengejar aset lainnya karena putusan High Court belum mencakup keseluruhan permintaan penyitaan yang diajukan.
Aset Bank Century tersembunyi di 14 negara, termasuk Hong Kong, Singapura, Swiss dan Inggris.
Pewarta: Rini Utami
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015