"Sebetulnya nggak pernah target ikut festival," kata sutradara Lucky saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (23/4).
Critic's Week merupakan bagian dari Festival Cannes yang memuat film fitur pertama atau kedua dari sutradara di seluruh dunia. Program tersebut bertujuan untuk menemukan bakat baru.
Laman resmi Critic's Week menulis sutradara yang memulai dari acara tersebut antara lain Bernard Bertolucci, Leos Carax, Jacques Audiard dan Wong Kar-wai.
Film yang membahas relasi kuasa dan seksualitas remaja itu masuk kompetisi kategori Film Pendek dan Menengah (Short and Medium Length Films) dan menjadi satu-satunya perwakilan Asia Tenggara dalam kategori tersebut. Sembilan film lainnya berasal dari Eropa (Italia, Prancis, Jerman dan Swedia) dan Amerika Serikat.
Selain film pendek, Critic's Week juga memuat tujuh film fitur dari seluruh dunia, antara lain "Krisha" dari Amerika Serikat dan "Paulina" dari Argentina, Brazil dan Prancis.
Tahun ini, panitia menerima 1.750 karya film pendek dan 1.100 film fitur dari seluruh dunia.
Critic's Week akan berlangsung pada 14-22 Mei 2015.
Medium diskusi
"The Fox Exploits The Tiger's Might" merupakan kolaborasi Babibutafilm dengan Hivos Asia Hub dan Yayasan Cipta Citra Indonesia dalam rangka "Mengalami Kemanusiaan", sebuah ajakan yang memperkaya pengalaman kemanusiaan dan mengingat terus bagaimana rasa menjadi manusia. Selain film ini, dua film lainnya "Kisah Cinta yang Asu" (Yosep Anggi Noen) dan "Sendiri Diana Sendiri" (Kamila Andini) juga termasuk dalam proyek tersebut.
Lucky berpendapat masyarakat Indonesia masih menganggap berbicara tentang seksualitas sebagai hal yang tabu.
Berbicara hal tersebut menurut lulusan Art Center College Pasadena jurusan film ini tidak berarti membahas pornografi, ia mengaitkan hal tersebut dengan relasi kuasa dalam film untuk usia 21 tahun ke atas ini.
"Perebutan kekuasaan, ada hubungannya juga, misalnya pemerkosaan," kata Lucky saat diskusi usai pemutaran film berdurasi 25 menit itu.
Manager Program Pemberdayaan Perempuan, Hak Seksual dan Keberagaman Hivos di Asia Tenggara Tunggal Pawestri, yang juga produser film tersebut, mengatakan ada masalah yang muncul ketika masyarakat menganggap tabu hal-hal yang seharusnya dibicarakan bersama.
Kasus kekerasan seksual misalnya, menjadi terpinggirkan karena dianggap tabu untuk dibahas atau bertambahnya penyakit seksual karena kurangnya pengetahuan.
Menurut Lucky, film bisa menjadi medium untuk berdiskusi tentang hal tersebut.
"Saya tertarik film sebagai bahan diskusi, mengajak orang untuk berbicara hal-hal yang jarang dibicarakan," kata sutradara yang juga membuat "Madame X" tahun 2010.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015