Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, menilai kasus pembobolan bank atau kejahatan perbankan yang terjadi di Indonesia hampir dapat dipastikan selalu melibatkan orang dalam bank itu sendiri.... hampir semua pasal melibatkan orang dalam bank atau pihak terafiliasi...
"Ketentuan dalam UU Perbankan nampak jelas bahwa dari enam pasal tentang kejahatan hanya satu pasal yang tidak melibatkan pihak bank, artinya memang kerentanan kejahatan perbankan justru dari dalam bank itu sendiri," ujar dia, di Jakarta, Senin.
Dia katakan itu saat diskusi bertajuk Optimalisasi Pengejaran Aset Pelaku Tindak Pidana Perbankan pada Bank Gagal, di Jakarta, Senin.
Dia melanjutkan, kerentanan tersebut terjadi karena sebetulnya sulit sekali membobol bank tanpa ada kerja sama dengan pihak bank, apalagi bila sistem kontrol berjalan secara baik.
"Berbagai modus yang digunakan dalam pembobolan bank yang diotaki orang luar bank, seringkali justru terjadi karena atas bantuan orang dalam bank itu sendiri, baik memang mereka bekerja sama ataupun hanya sekedar membantu dengan mendapatkan upah atau komisi atas hasil jarahan dari bank tersebut," kata Garnasih.
Dia menuturkan, meskipun ada juga kejahatan bank terjadi dan pihak bank benar-benar menjadi korbannya seperti hacking, skimming, dan perampokan bank secara manual, tetapi kejahatan tersebut dijerat dengan KUHP atau ketentuan berkaitan dengan UU Informasi Transaksi Elektronik.
"Namun, terkait delik perbankan dalam UU Nomor 10/1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7/1992 tentang perbankan, nampak hampir semua pasal melibatkan orang dalam bank atau pihak terafiliasi dan hanya satu pasal yang tidak melibatkan bank, yaitu perbuatan menghimpun dana masyarakat tanpa seijin Bank Indonesia," ujar dia.
Dia memberi contoh kejahatan perbankan yang dilakukan Malinda Dee.
Dia melanjutkan, kerentanan tersebut terjadi karena sebetulnya sulit sekali membobol bank tanpa ada kerja sama dengan pihak bank, apalagi bila sistem kontrol berjalan secara baik.
"Berbagai modus yang digunakan dalam pembobolan bank yang diotaki orang luar bank, seringkali justru terjadi karena atas bantuan orang dalam bank itu sendiri, baik memang mereka bekerja sama ataupun hanya sekedar membantu dengan mendapatkan upah atau komisi atas hasil jarahan dari bank tersebut," kata Garnasih.
Dia menuturkan, meskipun ada juga kejahatan bank terjadi dan pihak bank benar-benar menjadi korbannya seperti hacking, skimming, dan perampokan bank secara manual, tetapi kejahatan tersebut dijerat dengan KUHP atau ketentuan berkaitan dengan UU Informasi Transaksi Elektronik.
"Namun, terkait delik perbankan dalam UU Nomor 10/1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7/1992 tentang perbankan, nampak hampir semua pasal melibatkan orang dalam bank atau pihak terafiliasi dan hanya satu pasal yang tidak melibatkan bank, yaitu perbuatan menghimpun dana masyarakat tanpa seijin Bank Indonesia," ujar dia.
Dia memberi contoh kejahatan perbankan yang dilakukan Malinda Dee.
Kasus Malinda Dee itu, kata dia, memperlihatkan kejahatan perbankan itu melibatkan costumer service officer Bank Mandiri. Ini menunjukkan, bank harus memiliki sistem pengawasan dan perlunya peningkatan integritas pegawai bank.
Dalam kurun dua tahun terakhir saja, kata dia, telah terjadi delapan kasus pembobolan bank dengan kerugian berkisar Rp250 miliar.
Dalam kurun dua tahun terakhir saja, kata dia, telah terjadi delapan kasus pembobolan bank dengan kerugian berkisar Rp250 miliar.
Dia juga menyatakan, sangat mungkin lebih dari itu karena ada indikasi dalam hal kejahatan perbankan pihak bank adakalnya menutup-nutupi dengan alasan menjaga kepercayaan masyarakat.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015