Bhutan memiliki listrik berlimpah dan ramah lingkungan dari PLTA.
Tahun lalu, perdana menteri Bhutan memperkenalkan mobil listrik Nissan LEAF dan Mahindra Reva serta menangguhkan pajak impor demi menarik pembelinya.
"Target kami adalah Bhutan pada tahun 2020 sudah 70% mengurangi BBM impor," kata Perdana Menteri Tshering Tobgay seperti dikutip Reuters.
"Listrik ibaratnya minyak bagi kami, kami punya secara berlimpah."
Negara itu mengimpor minyak dari India.
Tapi, sudah setahun lebih sejak prakarsa itu dimulai, baru sekitar 50 Nissan LEAF yang lalu lalang di Bhutan dan 22 lainnya dalam pesanan.
Hal itu diungkapkan mitra lokal Nissan di Bhutan, Thunder Motors.
Data departemen transportasi Bhutan menunjukkan jumlah tersebut hanya 10% dari mobil yang ada di negeri itu.
Penjualan yang lambat itu menurut dealer Nissan adalah kurangnya stasiun pengisian mobil listrik. Bhutan adalah negara berpenduduk sekitar 760 ribu orang.
Dealer meminta agar pemerintah membantu pengadaan lebih banyak stasiun pengisian listrik. Saat ini baru ada enam stasiun pengisian dan semuanya ada di Ibu Kota, Thimphu, serta dibangun dengan bantuan Nissan Motor Company.
Sementara itu, dealer Mahindra Reva, mobil listrik dua kursi buatan India, belum berhasil menjual satupun kendaraan.
Penyebabnya adalah diskon 50% dari Nissan bagi 77 mobil pertama yang dijual di Bhutan. Sedan Nissan LEAF diskon hanya dijual 14.516 dolar AS sedangkan Mahindra Reva 16.129 dolar AS.
Di lain pihak, pemerintah Bhutan telah mempertinggi pajak kendaraan mesin BBM demi mendorong penggunakan mobil listrik.
Manfaat mobil listrik mulai dirasakan masyarakat Bhutan, salah satunya adalah pengemudi taksi Yeshey Tshering.
Saat menggunakan mobil BBM, dia mengeluarkan dana sekitar Rp5,3 juta serta Rp700 ribu untuk oli mesin setiap bulan.
Kini, pengeluarannya hanya sekitar Rp200 ribu untuk biaya listrik mobilnya, Nissan LEAF.
Penerjemah:
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015