Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau kepada Antara di Yogyakarta, Kamis, mengatakan kerja sama tahap kedua dengan Yokohama itu akan berlangsung tiga tahun dari 2015 sampai 2017.
Kerja sama tahap kedua antara Indonesia-Jepang, ia menjelaskan, meliputi pemberian bantuan sumbangan satwa.
"Sedangkan pada tahap pertama lalu, selain satwa juga ada alokasi anggaran," katanya di sela pertemuan dan sosialisasi penangkaran curik bali.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, APCB, Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) dan pemangku kepentingan terkait lainnya menghadiri pertemuan dan sosialisasi penangkaran curik bali yang dibuka oleh Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Bambang Dahono Aji itu.
Setidaknya 60 penangkar curik bali dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali mengikuti kegiatan itu.
Bambang mengatakan upaya konservasi curik bali mulai membuahkan hasil, terlihat dari mulai pulihnya populasi satwa yang hampir punah itu di habitat alaminya di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Tahun 2005 populasi di alam yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an lebih telah dilepasliarkan kembali," katanya.
Selain itu, ia melanjutkan, juga ada peningkatan populasi curik bali di alam, termasuk di tempat penangkaran ex-situ yang jumlahnya sekitar 2.000 lebih.
Bambang mengatakan keberhasilan metode konservasi curik bali bisa dijadikan acuan dalam konservasi satwa liar lain di Indonesia.
"Keberhasilan konservasi in-situ (di habitat alami) curik bali, yang juga didukung ex-situ (di luar habitat alami) adalah sebuah success story (kisah sukses) konservasi satwa liar endemik Indonesia," katanya.
Namun menurut dia upaya-upaya perbaikan masih harus dilakukan, antara lain dalam kampanye untuk melindungi satwa langka itu ke masyarakat.
"Upaya itu membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan yang terkait," katanya.
Pewarta: Andi Jauhari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015