"Sebanyak 620 hektare mangrove hilang di kawasan Tembesi, Sagulung, setelah kawasan tersebut beralih fungsi dan dibangun waduk. Sisanya rusak karena penimbunan untuk kepentingan wisata, penambangan pasir dan penebangan untuk usaha arang," kata Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Batam Dendi Purnomo di Batam, Minggu.
Ia juga mengatakan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan menindak tegas pelaku kegiatan penambangan, pembuatan arang dan usaha lain yang menyebabkan kerusakan hutan bakau.
"Dapur arang dilakukan operasi penindakan dan akan dikenakan UU Kehutanan. Karena kegiatan tersebut sudah sangat merusak," kata dia.
Ia menambahkan bahwa pihak berwajib sudah menetapkan tiga tersangka dalam perkara perusakan hutan mangrove di kawasan Galang Baru, salah satunya warga Tiongkok.
"Selain warga Tiongkok, tersangka lainnya adalah pemilik lahan, pemilik alat berat," katanya.
Sementara mengenai kerusakan hutan bakau akibat kegiatan tambang di Tanjungkelingking, ia menjelaskan, pihak berwajib sudah menetapkan satu tersangka.
Alih fungsi hutan bakau seluas 15 hektare menjadi kawasan wisata di Setoko, ia menjelaskan, juga sudah dihentikan.
"Dari semua kegiatan tersebut, sekitar 800 hektare hutan mangrove yang hilang," katanya.
Dendi mengatakan pada 1970 total luas hutan mangrove mencapai 24 persen dari keseluruhan luas wilayah Batam yang menurut data Badan Pusat Statistik Kepulauan Riau meliputi 1.570 kilometer persegi daratan dan 3.675 kilometer persegi lautan.
Namun hutan bakau yang tersisa saat ini menurut dia tinggal tersisa 4,2 persen dari luas wilayah saja.
Pewarta: Larno
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015