"Saya sebenarnya tidak seberapa mengikuti perkembangannya. Tapi jika dilihat dari hasil SEA Games lalu, hasilnya lumayan menyedihkan," kata Angie di sela penandatangan kerjasama dengan PT Impack Persada di Jakarta, Selasa.
Pada SEA Games 2015 di Singapura, 5-16 Juni, kontingen tenis Indonesia hanya mampu mengemas dua perak dan empat perunggu. Padahal, target yang ditetapkan oleh Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) adalah satu emas.
Satu emas yang ditargetkan seharusnya dari nomor tunggal putra. Hanya saja Christopher Rungkat yang diandalkan gagal melaju ke final. Justru David Santoso yang sukses ke puncak meski akhirnya harus menyerah dari tangan petenis Thailand.
Untuk sektor putri justru tidak bisa bangkit. Lavinia Tananta maupun Ayu Fani Damayanti belum mampu bersaing untuk mencapai puncak. Bahkan, andalan Indonesia itu harus menyerah sebelum memenuhi target.
"Selepas saya di tahun 2001 memang belum bisa maksimal. Ayu seharusnya bisa. Tapi hasilnya sudah mentok. Makanya yang dibutuhkan saat adalah gairah untuk bermain tenis," katanya menambahkan.
Angie menegaskan, untuk level SEA Games seharusnya Indonesia mampu bersaing. Apalagi sebelumnya mampu mendominasi tenis dikawasan Asia Tenggara. Negara tetangga bahkan mengaku kesulitan untuk membendung Indonesia.
Namun, kata dia, saat ini justru Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Hal ini terjadi karena perkembangn tenis di negara lain jauh lebih bagus dan akhirnya mampu mendominasi seperti halnya Thailand.
"Dulu banyak negara menghindar dari Indonesia, tapi sekarang malah dicari. Makanya kita harus secepatnya bangkit agar kembali disegani," kata juara Wimbeldon Junior itu.
Dengan kondisi tenis Indonesia yang belum mampu bangkit pihaknya berharap semua pihak bahu membahu untuk memberikan dukungan agar tenis kembali bisa bersaing dilevel internasional termasuk dengan negara-negara dikawasan Asia Tenggara.
Pewarta: Bayu Kuncahyo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015