"Kakek Tibang biasa beroperasi di sekitar Pasar Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru. Ia sudah lama menjalani profesinya sebagai pengemis," kata Kepala Sudin Sosial, Jakarta Selatan, Kismoyohadi, di Jakarta, Kamis.
Kismoyohadi mengatakan, kakek bernama Tibang asal Parung, Bogor, tersebut sudah dua kali terkena penjangkauan petugas Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) Sudin Sosial Jakarta Selatan.
Saat petugas memeriksa hasil pendapatan Tibang, uang tersebut kebanyakan pecahan di atas lima ribu rupiah dan sangat jarang ditemukan pecahan seribu atau dua ribu rupiah.
"Ini mengindikasikan masyarakat tidak tanggung-tanggung dalam memberikan uang kepadanya," kata Kismoyo.
Menurutnya, perbuatan masyarakat yang dianggap untuk memperbanyak amal di bulan Ramadan ini sebetulnya telah melanggar Perda 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang berpotensi mengundang orang daerah untuk datang ke Jakarta sebagai pengemis.
Kismoyo menambahkan penghasilan yang didapat oleh pengemis justru bukan untuk membeli makanan berbuka puasa, melainkan untuk tindakan asusila.
Dalam kasus Kakek Tibang ini, ia biasa menghabiskan penghasilannya untuk membayar wanita tuna susila karena dirinya hidup seorang diri dan tidak memiliki keluarga.
Namun, Tibang saat ini sudah dibawa ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung Jakarta Timur dan berencana menghabiskan masa tuanya di kampung halaman.
Hingga pertengahan Juni, Dinsos Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan telah menertibkan 465 PMKS di beberapa wilayah ibu kota guna menjaga ketertiban umum.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015