"Regulasi yang ada saat ini sangat membatasi ruang gerak Pertamina untuk tumbuh. Konsep liberalisasi yang ada dalam UU No. 22/2001 tentang Migas mengganjal Pertamina untuk tumbuh dan berkembang," kata Ketua Koordinator Industri Gas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Widjaya, kepada pers di Jakarta, Selasa.
Oleh karena itu, katanya, UU tersebut perlu direvisi atau diamendemen dengan sasaran regulasi yang kondusif bagi pertumbuhan dunia usaha dan industri migas, termasuk bagi Pertamina.
Achmad mengingatkan, amendemen UU No.22/2001 tentang Migas yang sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu namun tak kunjung selesai hingga kini, akan membuat iklim usaha migas nasional tidak kompetitif.
"DPR terlalu banyak kompromi, sehingga revisi atau amendemen UU No.22/2001 tidak selesai-selesai, dan Pertamina menanggung beban yang tidak kecil, yakni tidak bisa menjadi besar," ungkapnya.
"Di dunia ini sebuah Negara bisa menjadi besar, dengan memiliki dua aspek ketahanan. Ketahanan energi dan ketahanan pangan. Kalau amandemen regulasinya tidak cepat diselesaikan, maka iklim usaha migas menjadi tidak kondusif dan sekaligus memperlemah BUMN migas yang ada di Indonesia, yaitu Pertamina," tambah Achmad Widjaya.
Achmad mengingatkan, Pemerintah dan DPR wajib melihat Pertamina bisa mendongkrak kinerjanya untuk kemudian bermain secara lebih luas di dunia.
"Wajar, kalau kita ingin Pertamina besar dan kita juga berharap Pertamina tidak menjadi kerdil karena UU yang tidak sesuai dengan iklim migas kita. Sudah berapa menteri yang menjalankan UU ini, dan sudah berapa Keputusan Menteri (Kepmen) yang dikeluarkan karena ketidakcocokkan UU Migas yang liberal ini. Bahkan Kepmen sering lebih terpakai ketimbang UU-nya," tambah Achmad.
Tidak ada salahnya, kata Achmad, kalau semua pihak di Pemerintah berkepentingan melihat Pertamina besar. Apalagi BUMN ini telah memberi sumbangan besar devisa bagi negara dan dipergunakan untuk menopang APBN yang bermuara pada kesejahteraan rakyat.
"Bila Pertamina ditatakelola menjadi holding utama, kemudian perusahaan energi lainnya seperti Perusahaan Gas Negara (PGN), menjadi bagian di dalamnya, maka Pertamina bisa sangat kuat," ujarnya.
Dikatakannya, yang terpenting saat ini bagaimana satu holding energi nasional yang bermain di dunia internasional mampu tampil optimal. Petronas Malaysia bisa sebesar saat ini karena pemerintahnya sangat mendukung, dari payung hukum dan regulasi yang kondusif.
"Kita saat ini, antara dua BUMN energi saja terkadang saling berkompetisi di internal. Ini sudah harus diubah, yang penting bagaimana perusahaan energi nasional bisa tampil satu holding di luar negeri. Di dalamnya mereka saling mendukung. Saya yakin Pemerintah bisa mendukung," pungkas Achmad Widjaya.
Pewarta: Biqwanto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015