Jakarta (ANTARA News) - Serentetan kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) diyakini oleh Pengamat Transportasi Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriyatna, ditimbulkan oleh faktor psiko-sosial pengguna jalan di Indonesia, dan bukan konstruksi jalannya.Banyak juga kan orang yang dalam kondisi tidak mendukung, tapi bawa mobil."
"Yang menjadi masalah itu faktor kebiasaan masyarakat kita. Jadi, ketika menemui jalan yang masih bagus, mulus dan kosong, ada kecenderungan memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi," katanya saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Rabu.
Ia menilai, proses pembangunan jalan bebas hambatan sudah pasti telah melalui tahapan pengujian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan badan-badan terkait, terutama menyangkut standar konstruksi dan keselamatan penggunanya.
"Secara psikologis orang akan lebih mudah dilanda rasa kantuk saat memasuki jalan tol. Perlu diingat juga bahwa pengemudi yang masuk ke Tol Cipali itu sebagian besar bukan hanya menggunakan jalan bebas hambatan di wilayah tersebut, tetapi sudah masuk tol sejak di Bogor, Depok, bahkan Merak," katanya.
Oleh karena itu, Yayat menilai, saat pengemud memasuki ruas jalan Tol Cipali tidak sedikit yang telah mencapai titik jenuh atau mengalami puncak akumulasi rasa lelah.
Sejak dibuka pada 14 Juni 2015 hingga 8 Juli 2015, pihak kepolisian mencatat di Tol Cipali terjadi 56 kasus kecelakaan.
Pos Pengamanan Pengamanan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1436 H yang dioperasikan di Tol Cipali seminggu jelang (H-7) pada Jumat (10/7) mencatat telah terjadi 16 kasus kecelakaan dengan sembilan korban luka ringan.
Perbandingan yang angka kecelakaan itu, dinilai Yayat, sebagai turunan dari masa uji coba oleh masyarakat.
"Memang barang baru itu pasti membuat suasananya berbeda, namanya juga uji coba, ada uji coba kelayakan teknik juga ada uji coba oleh masyarakat," ujarnya.
Ia pun menimpali, "Yang menjadi masalah, kadang-kadang di kita itu faktor manusianya kurang disentuh. Jadi, tidak ada pendidikan, sosialisasi, penerangan, maupun sanksi yang dapat membuat orang menjadi disiplin."
Faktor disiplin di jalan umum, menurut Yayat, misalnya dalam mengatur kecepatan, menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, memastikan kondisi sehat saat mengemudi, serta kendaraan berfungsi baik pula.
"Banyak juga kan orang yang dalam kondisi tidak mendukung, tapi bawa mobil. Nah, penelitian ke arah yang lebih manusia dan pengguna jalan yang lebih penting untuk dilakukan, kalau kecelakaan disebabkan manusia maka manusianya yang harus diperbaiki," demikian Yayat Supriatna.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015