Dalam sebuah diskusi bertajuk "Peran Media Alternatif Dalam Membangun Opini Masyarakat Demi Menyukseskan Kepentingan Nasional" di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis, Tarman mengatakan keberadaan media arus utama terpengaruh media alternatif karena beberapa isu publik tidak bisa diangkat oleh media arus utama.
Dia mengatakan bahwa keberadaan media alternatif yang mendapatkan dukungan teknologi seperti blog, facebook, twitter, surat elektronik, pesan singkat elektronik, dan lain-lain, lebih memiliki kesempatan yang lebih besar dalam membangun opini masyarakat dibandingkan media arus utama seperti media cetak dan media daring berbadan hukum.
"Media lebih luas dari pers. Media adalah pers plus multimedia, atau citizen journalism," kata Tarman.
Ketua Program Studi Akademi Televisi Indonesia Agus Sudibyo mengakui banyak isu didiskusikan terlebih dahulu di media sosial sebagai alternatif pemberitaan di samping media arus utama.
"Media sosial memecahkan masalah elitis media massa. Kelemahan komunikasi media massa dipecahkan secara revolusioner," katanya.
Namun, dia beranggapan hal tersebut juga kemudian memunculkan banyak masalah etika komunikasi. Media sosial mendorong orang untuk berkomentar dengan instan dan spontan tanpa memikirkan dampaknya.
Agus berpendapat pula bahwa apa yang berkembang di media sosial memengaruhi media konvensional, termasuk media dalam jaringan/daring atau online arus utama.
"Namun dalam praktiknya terjadi konvergensi, semakin ke depan akan bertambah menyatu, contoh live streaming," ungkapnya.
Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Ridho Easy mengungkapkan bahwa masih banyak informasi salah yang disajikan oleh media alternatif, sehingga membuat masyarakat kembali ke media konvensional.
"Media alternatif harus dikembangkan kredibilitasnya karena mereka tetap punya hak untuk hidup," ujarnya.
Pewarta: Calvinantya Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015