Konselor menyusui dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar, mengungkapkan, pada dasarnya produksi ASI ibu mencukupi kebutuhan bayinya. Kekurangan produksi biasanya ditemui pada mereka yang memiliki kelainan pada payudaranya dan kasus ini pun jarang terjadi.
"Orang yang ASI nya kurang itu benar-benar ada, tetapi hanya sedikit sekali. Dari 1000 ibu yang mengeluh ASI nya kurang hanya satu ibu yang benar-benar kurang," ujar Nia kepada www.antaranews.com, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, tanda-tanda kelainan ini bisa jelas terlihat dari ukuran payudara yang tak membesar sejak remaja bahkan saat hamil.
"Itu tanda-tandanya kelihatan. Dari gadis payudaranya tidak membesar, karena jaringan payudaranya tidak ada. Saat hamil pun tak membesar payudaranya. Biasanya itu tanda-tandanya. Itu seperti flat," tutur dia.
"Itu tanda-tandanya kelihatan. Dari gadis payudaranya tidak membesar, karena jaringan payudaranya tidak ada. Saat hamil pun tak membesar payudaranya. Biasanya itu tanda-tandanya. Itu seperti flat," tutur dia.
Nia mengungkapkan, produksi ASI kurang umumnya terjadi karena kesalahan dalam manajemen laktasi yang tidak tepat setelah ibu melahirkan.
"ASI kita kurang enggak cukup untuk anak itu mitos. Kenapa bisa kurang itulah yang harus kita cari tahu. Misalkan manajemen yang tidak tepat setelah melahirkan, seperti tidak melakukan IMD, tidak rawat gabung, yang bisa mempengaruhi keberlangsungan menyusui selanjutnya," kata Nia.
Agar produksi ASI tak terhambat, Nia mengajurkan para ibu sejak hamil mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
"Makanan gizi seimbang, banyak sayur, buah, cairan. Faktor gizi berpengaruh tetapi tidak signifikan. Yang berpengaruh itu bayi bisa menyusui dengan baik," pungkas dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015