"Saat ini sedang dilakukan pembatasan impor sapi. Hal itu menjadi wujud konkret perwujudan kedaulatan pangan. Pada kwartal III-2015 izin impor sapi yang sekarang ada di Kemendag hanya 50 ribu ekor. Angka itu menurun drastis dari dari kwartal sebelumnya yang mencapai 270 ribu ekor," kata Heri di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Pembatasan impor tersebut, katanya, membuat mafia sapi dan eksportir luar menjadi was-was. Mereka terpukul karena akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah.
Jika harga 1 ekor sapi Australia ditambah pengapalan diperkirakan membutuhkan biaya Rp10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu - 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp2,2 triliun x 4 = Rp8,8 triliun.
"Tidak heran jika hilangnya potensi omset tersebut membuat mafia sapi impor gusar. Mereka berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah tetap impor. Sinyalemen rekayasa itu makin kuat. Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang," kata politisi Partai Gerindra itu.
Ditambahkan, secara sengaja mereka mendistorsi pasokan dengan target menciptakan situasi yang seolah-olah situasi makin kritis, dan kemudian "memaksa" Kemendag, melakukan intervensi radikal, yakni dengan mengimpor.
"Rekayasa mafia itu terstruktur. Modus yang mereka mainkan macam-macam, mulai memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, hanya berkisar Rp25- Rp30 ribu per kilo, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar, dan lainnya. Peternak sapi tidak ada pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang, di mana pakan ternak sulit didapat," ujarnya.
Terkait dengan kenaikan harga daging yang menembus Rp130 ribu per kilogramnya, Heri menyebutkan, hal itu dikarenakan lambannya Kementerian Perdagangan melakukan intervensi pasar.
"Kenaikan harga daging tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Ini luar biasa. Itu karena Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan instansi terkait seperti Bulog terlihat lamban melakukan intervensi harga," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kabupaten dan Kota Sukabumi itu.
Padahal, katanya, dari sisi regulasi sudah jelas. Bahkan secara spesifik, dalam Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting), Menteri Perdagangan punya wewenang penuh untuk melakukan intervensi harga, terutama pada kondisi-kondisi tertentu dan luar biasa.
Kenyataan di lapangan harga sapi di beberapa daerah masih murah bahkan peternak masih kesulitan jual sapi di pasar. Dikatakannya, kalau ada yang mengatakan para peternak sapi menahan tidak menjual sapi menunggu Hari Raya Qurban, itu pernyataan keliru.
Di beberapa pasar di daerah Jawa Tengah harga sapi masih wajar bahkan kecenderungan sepi tidak ada pembeli karena daya beli menurun, tapi di sekitar Ibukota Jakarta naik.
Menghadapi situasi tersebut, ia meminta Kemendag harus lebih proaktif. Kemendag harus segera lakukan intervensi harga dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi dan harga khusus terutama menjelang Idul Adha.
Selain itu, Kemendag harus lebih pro aktif berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan institusi terkait seperti Bulog untuk menjaga stabilitas pasokan dan pengamanan distribusi. "Jangan sampai peternak-peternak itu terus menjual sapinya ke lingkaran mafia. Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar," kata Heri.
Kemendag jangan diam tanpa melakukan langkah-langkah antisipasi yang signifikan. Diamnya Kemendag bisa ditafsirkan sedang "ada main" dengan mafia sapi yang saat ini sedang "gusar" dengan dibatasinya impor sapi.
"Sekali lagi, Kemendag jangan kalah dan nurut pada kemauan mafia, demikian dengan Bulog harus berperan secara proaktif. Serta Kementerian Pertanian harus dapat melindungi para peternak sapi di Indonesia," demikian Heri.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015