"Menggandeng anak muda aktif dalam pembangunan misalnya, sebenarnya pendekatannya harus berbeda-beda. Masuk ke anak muda sebenarnya mudah. Mereka membutuhkan kegiatan partisipatif," ujar Angga kepada ANTARA News dalam peluncuran Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) di Jakarta, Kamis.
Menurut laki-laki yang lebih dari tiga tahun bekerja bersama anak-anak muda di Indonesia itu, ada banyak kegiatan partisipatif yang bisa dilakukan. Misalnya soal sosialisasi bahaya merokok, lewat lomba poster atau foto atau musik.
"Misalnya mau mengangkat soal kesehatan, sosialisasi bahaya merokok, kalau targetnya anak muda tidak bisa hanya sekedar seminar, talkshow. Ajak saja mereka dengan lomba foto, poster. Di situ bisa jadi tempat mereka sharing," kata Angga.
Sementara itu, menurut Direktur Program CISDI, Anindita Sitepu, kegiatan partisipatif terutama yang menawarkan aksi langsung ke lapangan, terbukti menarik minat anak muda untuk terlibat. Salah satunya dalam program Pencerah Nusantara (PN) yang ia kelola.
Dia mengatakan, dalam program yang memasuki tahun keempatnya dan sudah mengirimkan tiga angkatannya ke daerah itu, sekitar seribu orang muda mendaftar untuk setiap angkatannya.
"Untuk PN angkatan pertama saja, sekitar seribu orang muda lebih yang mendaftar. Namun hanya 35 orang saja yang kami pilih setiap angkatannya," kata dia.
"Ini membuktikan banyak anak muda yang ingin terlibat membantu membangun, berbuat sesuatu," tambah dia.
Salah satu anak muda yang kini terlibat aktif berbuat sesuatu untuk negaranya, adalah Lyda Amalia (21). Sejak September tahun lalu, Lyda mengabdi di kawasan terpencil, Kecamatan Tosari, Pasuruan, Jawa Timur, sebagai bidan desa.
Bagi Lyda, apa yang dilakukannya tak lebih dari sekedar mencari kebahagiaan melalui bantuan yang mampu ia berikan pada masyarakat.
Kebahagiaan yang menurutnya bisa ia dapatkan dengan cara membantu persalinan masyarakat di kawasan terpencil. Sekalipun dia harus berkorban rasa rindu pada sanak keluarganya di Garut.
"Saya tugas di sini, untuk mencari bahagia, saya tidak peduli omongan orang, saya hanya ingin membantu," kata perempuan asal Garut, Jawa Barat, itu, dalam kesempatan berbeda.
Perempuan berjilbab itu menambahkan, turun langsung ke masyarakatlah yang sebetulnya bisa membuka mata soal kondisi sesungguhnya masyarakat itu sendiri. Menurut dia, berbagai permasalahan di sana sebenarnya bisa diselesaikan bila saja pembuat kebijakan mau menengok "ke bawah".
Oleh Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015