"Di tengah kondisi ekonomi kita yang sedang bergejolak, buruh demo kelihatannya kurang tepat dan makin menambah ketidakpercayaan para investor kepada kita," kata Sarman di Jakarta, Selasa.
Seharusnya, menurut dia, apabila ada aspirasi buruh yang ingin disampaikan kepada pemerintah, maka tidak perlu turun ke jalan karena akan mengganggu aktivitas perdagangan dan bisnis.
"Akan lebih baik jika aspirasi itu disampaikan melalui dialog atau dengan audiensi, sehingga lebih efektif dan terarah daripada harus melakukan aksi demonstrasi di jalan yang justru akan menurunkan produktivitas pekerja," ujar Sarman.
Dia menuturkan dalam kondisi ekonomi yang tengah bergejolak ini, diperlukan dukungan dari semua pihak untuk membantu pemerintah mengambil langkah dan kebijakan yang dapat mengatasi tantangan perekonomian.
"Saat ini, dibutuhkan kerja sama dan kekompakan agar tercipta iklim usaha dan investasi yang kondusif, sehingga kepercayaan pasar dan investor terhadap ekonomi kita semakin besar. Dengan begitu, nilai rupiah kita pasti semakin menguat," tutur Sarman.
Terkait tuntutan-tuntutan para buruh, Sarman yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Putera Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta itu mengungkapkan bahwa seluruhnya merupakan bagian dari kebijakan pemerintah.
"Kalau belum puas, maka perwakilan buruh melalui Serikat Pekerja dapat meneruskan aspirasi tersebut ke DPR dan DPD yang kita yakini mampu memperjuangkan aspirasi tersebut," katanya.
Ribuan buruh dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) melakukan aksi unjuk rasa pada Selasa.
Beberapa aspirasi yang disampaikan, di antaranya penurunan harga barang pokok dan BBM dan meminta pemerintah untuk mengambil langkah-langkah agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja besar-besaran akibat dampak kurs rupiah yang melemah dan menurunnya daya beli masyarakat akibat pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai target.
Tuntutan lainnya, antara lain kenaikan upah minimum tahun 2016 sebesar 25 persen, revisi jaminan kesehatan, jaminan pensiun, perbaikan aturan kesehatan dan keselamatan kerja, serta revisi UU Nomor 2 Tahun 2004.
Pewarta: Cornea Khairany
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015