Ganjar tak mau batik mati karena limbahnya

4 September 2015 01:40 WIB
Ganjar tak mau batik mati karena limbahnya
Ilustrasi. Seorang pekerja membuat batik dengan menggunakan pewarna alami dari kulit kayu untuk dikirim ke Jakarta, Balikpapan dan Bandung dengan harga Rp300.000 hingga Rp2 juta per potong di Desa Munggut, Ngawi, Jawa Timur, Jumat (27/3). Perajin batik di kawasan tersebut mengaku dalam tiga bulan terakhir permintaan batik dengan pewarna alami meningkat hingga 30 persen sehingga produksinya diperbanyak dari 100 potong menjadi 150 potong perminggu. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Pekalongan (ANTARA News) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku tidak mau jika industri batik di sejumlah daerah mati karena berkembangnya isu pengolahan limbah di masyarakat.

"Saya tidak mau batik ini mati karena isu limbah dan saya pasti akan memprotes habis-habisan kalau bicara hanya karena itu terus kemudian menggugat batiknya," katanya di Kota Pekalongan, Kamis (3/9) malam.

Hal tersebut disampaikan Ganjar saat mengunjungi Museum Batik di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, yang dilakukan usai acara "Ngopi Bareng Mas Ganjar" di Rumah Jabatan Bakorwil III Pekalongan.

Menurut Ganjar, yang perlu menjadi perhatian semua pihak saat ini bagaimana mengolah limbah industri batik yang baik dan upaya memunculkan inovasi pewarna alami.

"Hasil industri batik sudah sampai ke desa-desa, hanya saja teknologi dan desain belum sekelas dengan batik yang ada di kota besar seperti Solo, Jogja, Pekalongan, atau Lasem," ujarnya.

Ganjar menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mendorong dan berupaya mengembangkan industri batik, baik yang berskala kecil maupun besar sebagai salah satu bentuk pelestarian kebudayaan.

"Pemprov Jateng mendukung batik dengan mewajibkan seluruh pegawai negeri sipil untuk memakai batik tiap Rabu hingga Jumat," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Ganjar menilai bahwa keberadaan Museum Batik di Pekalongan bisa menjadi salah satu destinasi wisata andalan.

"Museum bisa memberikan penjelasan ke masyarakat mengenai sebuah proses panjang peradaban apa yang disebut batik," ujarnya.

Pewarta: Wisnu Adhi N.
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015