GFJA putarkan film kemerdekaan dari sisi Jepang

6 September 2015 22:50 WIB
GFJA putarkan film kemerdekaan dari sisi Jepang
ilustrasi sutradara film Lola Amaria (kiri) bersama Artis sinetron Dinda Kanyadewi (kanan) saat hadir dalam peluncuran film pendek yang bertajuk "Sanubari Jakarta" di Kuningan, Jakarta, Senin (9/4). (FOTO ANTARA/Agus Apriyanto)

Film ini membuat kita bisa menghargai dari sudut pandang yang berbeda dan membuka pemahaman kita untuk tidak selalu memami realita dan versi sejarah dari satu sisi saja,"

Jakarta (ANTARA News) - Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) memutarkan film berlatar perang kemerdekaan Indonesia berjudul "Merdeka 17805" atau "Murudeka 17805" dari sudut pandang Jepang yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia kala itu.

"Film ini membuat kita bisa menghargai dari sudut pandang yang berbeda dan membuka pemahaman kita untuk tidak selalu memami realita dan versi sejarah dari satu sisi saja," kata sejarawan dari Universitas Diponegoro Bonnie Triyana dalam diskusi Film "Merdeka 17805" di GFJA, Jakarta, Minggu.

Film yang merupakan kolaborasi antara rumah produksi film dari Jepang dan Indonesia ini, menurut Bonnie, seharusnya bisa ditayangkan di Indonesia bersamaan dengan rilis di Jepang pada 2001.

Kontroversi pemutaran film berdurasi 123 menit itu karena adanya adegan seorang perempuan Jawa tua mencium kaki tentara Jepang sambil menceritakan Ramalan Jayabaya tentang kemerdekaan Indonesia atas bantuan tentara Jepang.

Menurut Bonnie, sejarah yang difilmkan harus diperlakukan sebagai sebuah karya film, salah satunya adegan tersebut yang merupakan bagian dari dramatisasi dan visualisasi.

Ia pun membenarkan beberapa adegan film yang sesuai dengan fakta, antara lain Jepang memberikan tempat bagi nasionalisme untuk bergerak, yakni dengan membentuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan kedisiplinan Jepang dalam mendidik bangsa Indonesia untuk berbahasa nasional Indonesia, bukan bahasa Belanda.

Sementara itu, aktris pemeran utama Indonesia, Lola Amaria sebagai perawat yang mendukung gerakan kemerdekaan dan menjadi istri tentara Jepang, Shimazaki, dalam film ini, menceritakan pengalamannya bekerja sama dengan tim produksi film dari Jepang.

"Saya harus belajar bahasa Jepang dan mereka (tim film dari Jepang) sangat disiplin, mulai dari harus kumpul di lokasi jam berapa, berat badan saya juga harus stabil dan saya harus mengikuti proses syuting sampai ke Jogja meskipun saya tidak ada dalam adegan," kata Lola yang memerankan Aryati dalam film.

Dengan proses syuting 2,5 bulan, Lola mengatakan dirinya harus belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar seperti warga pribumi pada masa itu.

Film yang berdasar kisah nyata ini bercerita tentang perjuangan sejumlah personel dari Tentara Kekaisaran Jepang yang turut andil dalam perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia dari Belanda bersama tentara sukarela Indonesia.

Setidaknya ada 2.000 tentara Jepang yang menolak pulang ke tanah airnya ketika Jepang menyerah kepada sekutu pada 1945.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015