• Beranda
  • Berita
  • Lahan pertanian Kota Malang berkurang 68 hektare per tahun

Lahan pertanian Kota Malang berkurang 68 hektare per tahun

7 September 2015 10:30 WIB
Lahan pertanian Kota Malang berkurang 68 hektare per tahun
Sejumlah petani menanam padi di lahan pertanian di Klambu, Grobogan, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Yusuh Nugroho)
Malang (ANTARA News) - Lahan pertanian di wilayah Kota Malang, Jawa Timur, dari tahun ke tahun terus menyusut, bahkan dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir berkurang sampai 608 hektare atau rata-rata berkurang 68 hektare per tahun.

Kepala Dinas Pertanian Kota Malang Hadi Santoso di Malang, Senin, mengemukakan pada tahun 2007, lahan pertanian sawah masih mencapai 1.550 hektare, namun sekarang hanya tinggal 1.121 hektare. Dari seluas 1.121 hektare tersebut yang produktif hanya seluas 942 hektare.

"Karena menyusutnya lahan pertanian sawah yang cukup signifikan ini berpengaruh langsung terhadap produksi hasil pertanian, terutama padi. Untuk mempertahankan produksi kami memberikan bantuan mesin penanam padi (rice transplanter) kepada petani," ujarnya.

Selain bantuan mesin penanam padi, lanjutnya, untuk memotivasi petani agar tetap mempertahankan lahannya guna pertanian padi, di antaranya adalah memberikan bantuan bibit, subsidi pupuk hingga mesin penanam padi. Untuk mesin penanam padi, masih dilakukan uji coba di area persawahan yang berlokasi di Kelurahan Pandanwangi.

Hadi Santoso yang akrab dipanggil Sony itu menjelaskan mesin penanam padi tersebut suaranya halus seperti traktor, di atas mesin ditata bibit padi varietas unggul. Ketika mesin dijalankan, baris demi baris bibit jatuh dan sudah tertancap di lahan sawah secara rapi.

Menurut dia, menanam bibit padi dengan mesin hasilnya lebih rapi dan lebih cepat. Jika menanam padi dengan cara manual, petani harus menanam satu per satu dan sebelumnya juga harus membuat garis-garis di petak sawah agar hasilnya lebih rapi, namun setelah ada mesin penanam, petani tidak perlu lagi melakukannya.

Sony mengakui keberadaan mesin yang diperbantukan kepada petani sebanyak delapan unit itu diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi dari gabungan kelompok tani (Gapoktan).

"Program ini merupakan program nasional, namun sebelum mengoperasikan mesin penanam padi tersebut, petani juga dilatih, bahkan didampingi oleh petugas lapangan. Ada 39 orang pendamping yang diterjunkan untuk mengawal petani di 57 kelurahan di kota ini," katanya.

Mesin penanam padi tersebut, kata Sony, lebih efektif dan efisien biaya produksi. Sebab, jika dibandingkan dengan cara penanaman manual, biasa menghemat biaya ratusan ribu rupiah.

"Kalau penanaman konvensional dibutuhkan biaya produksi sekitar Rp1,2 juta per hektare, tetapi kalau dengan mesin penanam hanya sekitar Rp500 ribu per hektare dengan waktu pengerjaan sekitar 5-6 jam saja, tapi kalau konvensional, paling tidak membutuhkan waktu selama dua hari," kata Sony.

Selain dengan berbagai bantuan tersebut, Sony berharap produktivitas pertanian padi di daerah itu terus meningkat, apalagi tahun ini produktivitas per hektarenya ditarget mampu menghasilkan 7,5 ton gabah.

"Selain pemerintah yang berupaya maksimal membantu petani, kami juga berharap petani tidak menjual lahan produktifnya untuk dialihfungsikan, sehingga ketahanan pangan bisa tetap terjaga," ucapnya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015