• Beranda
  • Berita
  • Menanti lengketnya animasi Indonesia bersama penontonnya

Menanti lengketnya animasi Indonesia bersama penontonnya

12 September 2015 12:33 WIB
Menanti lengketnya animasi Indonesia bersama penontonnya
Pengunjung melihat proses pembuatan karakter animasi untuk aplikasi permainan karya anak negeri pada CompFest 2013 di Balairung UI, Depok, Jawa Barat.(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta (ANTARA News) - Animasi menjangkiti masyarakat Indonesia sejak tahun 1990-an. Seorang animator Indonesia, Wahyu Aditya mengingat betul, saat itu, seiring diizinkannya stasiun televisi swasta berdiri, perlahan animasi juga mulai dikenal masyarakat.

"Sekitar tahun 90-an, ketika televisi swasta boleh berdiri. Otomatis mulai muncul materi iklan video terutama animasi," kenang Wahyu kepada ANTARA News belum lama ini.

Sebelum itu, kata dia, melalui saluran stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI), sebenarnya seorang yang dikenal publik dengan nama Pak Raden termasuk yang memperkenalkan animasi ke khalayak, di era 1980-an.

"Mungkin di era 80-an, ketika hanya ada TVRI, Pak Raden banyak yang tidak tahu kalau beliau ini animator, sering mengerjakan animasi-animasi. Dia dikirim belajar animasi di Prancis," kata Wahyu.

Kendati begitu, menurut Wahyu, perkembangan paling pesat animasi baru terjadi sejak teknologi internet muncul. Sejak saat itu, orang-orang bisa mendapatkan informasi secara lengkap dan mudah mengenai tetek bengek animasi, termasuk tutorialnya.  "Tetapi berkembang pesat sejak muncul internet, karena informasi dan tutorial mulai mudah dijangkau," tutur dia.

Hanya saja, sekalipun telah hampir seperempat abad hadir, animator Indonesia nampaknya belum cukup mumpuni membuat penontonnya lengket dengan karakter animasi asli Indonesia. Wahyu mengungkapkan, bila digambarkan, dunia animasi Indonesia saat ini masih seperti bayi yang sedang belajar.

"Animasi di Indonesia masih saya anggap seperti bayi yang sedang belajar, jadi masih membutuhkan improvisasi, eksplorasi. Belum lagi industri masih belum matang. Masih belum banyak karakter yang bisa lengket ke penontonnya," ungkap pria berkacamata yang merupakan pendiri PT Hellomotion Korpora Indonesia itu.

Menurut dia, salah satu penyebabnya ialah kecenderungan animator lokal hanya menyajikan konten yang banyak disukai penonton. Inilah mengapa animasi bertema fantasi dari luar negeri masih mendominasi animasi di Indonesia.  "Animator lokal cenderung menyajikan konten yang banyak penontonnya, misalnya yang bernuansa islami atau nuansa perkampungan, sehingga animasi-animasi tema fantasi atau lainnya masih didominasi impor," kata Wahyu.

Dia mengatakan, seharusnya animator lokal tak perlu takut menciptakan animasi yang berbeda dari kebanyakan. Memperbanyak referensi, tidak melulu mengacu pada industri animasi di Hollywood atau Jepang sana, bisa merupakan salah satu upaya mengembangkan animasi Indonesia yang disukai penonton.

"Harus banyak referensi, tidak melulu acuannya ke Hollywood atau Jepang. Jangan takut untuk membuat animasi yang dianggap berbeda. Terus eksplorasi, sering-seringlah aktif di kompetisi atau festival animasi," kata dia.

Bagi pria yang belum lama ini menjadi juri dalam sebuah kompetisi yang mengajak animator lokal berbagi informasi soal penyakit diabetes itu, animasi merupakan medium yang lengkap untuk menyampaikan informasi, terutama yang tidak bisa direkam perangkat kamera.

"Animasi adalah sebuah karya seni. Seni membuat ilusi dari gambar statis. Animasi karya seni yang lengkap karena ada gambar, suara dan gerakan. Apapun yang tidak bisa direkam oleh kamera, solusinya animasi," pungkas dia mengakhiri wawancara.

Oleh Lia Wanadriani Santosa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015