• Beranda
  • Berita
  • Balai TNGC berdayakan perambah melalui ekowisata

Balai TNGC berdayakan perambah melalui ekowisata

13 September 2015 20:24 WIB
Jakarta (ANTARA News)  - Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) berhasil memberdayakan para perambahan hutan dengan melibatkan mereka dalam pengelolaan ekowisata atau wisata berbasis lingkungan hidup.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Padmo Wiyoso di Kuningan, Jawa Barat, Minggu, mengatakan saat ini tak ada lagi perambah di kawasan TN Gunung Ciremai.

"Perambah sudah nihil dan menjadi mitra kami untuk mengelola ekowisata," kata dia saat kunjungan media Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK.

Kegiatan kunjungan media tersebut juga dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya beserta jajarannya di lingkup Kementerian LHK.

Padmo menuturkan sebelumnya terdapat 3.060 kepala keluarga dengan 4.553 jiwa yang menjadi penggarap di TN Gunung Ciremai, sedangkan luas lahan garapan cukup besar mencapai 2.189 hektare (ha). Sebanyak 1.621 ha digarap untuk sayuran dan 569 ha lain untuk penanaman kopi.

Keberadaan penggarap tersebut tak bisa dilepaskan dari sejarah keberadaan TN Gunung Ciremai. Sebelum ditunjuk menjadi Taman Nasional melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.424/KPTS-II/2004, seluruh kawasan Gunung Ciremai berfungsi sebagai zona pemanfaatan yang dalam pengelolaannya pun terdapat aktivitas penggarapan lahan dalam bentuk tumpangsar

Dalam pengelolaannya pun terdapat aktivitas penggarapan lahan dalam bentuk tumpangsari.

Penggarapan lahan untuk berbagai komoditas sempat diakomodasi dengan dikembangkannya pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) oleh pengelola kawasan Gunung Ciremai saat itu, Perum Perhutani.

Program PHBM terus berlanjut ketika kawasan hutan produksi berubah status menjadi kawasan hutan lindung melalui SK Menhut No. 193/Menhut-II/2003, disusul dengan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003.

Menurut Padmo, setelah bertransformasi menjadi taman nasional, lahan bekas garapan kini direstorasi, di mana lokasi tersebut ditanami berbagai jenis tanaman endemik TN Gunung Ciremai.

Agar kegiatan ekonomi terus bergerak, tambahnya, Balai TN Gunung Ciremai kemudian mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan air dan jasa wisata yang membuka ruang yang luas untuk keterlibatan masyarakat.

"Masyarakat sangat bahagia dengan dikembangkan ekowisata berbasis masyarakat tersebut. Ketika masyarakat setempat tersenyum, itu artinya apa yang kami lakukan berdampak positif bagi masyarakat," kata dia.

Potensi jasa lingkungan dan wisata air di TN Gunung Ciremai cukup besar dengan 106 sumber mata air yang tidak pernah kering dengan debit 11.101,23 liter/detik dan 43 sungai. Potensi wisata yang ada pun umumnya berdekatan dengan lahan-lahan milik masyarakat sehingga sangat cocok untuk dikembangkan ekowisata berbasis masyarakat.

TN Gunung Ciremai memiliki luas 15.500 ha terbagi di dua wilayah seluas 6.800,34 ha di Kabupaten Majalengka dan 8.699,87 ha di Kabupaten Kuningan.

Vegetasi di hutan pegunungan TN Gunung Ciremai mencapai 72 jenis, sedangkan vegetasi di hutan dataran rendah berjumlah 95 jenis dengan 85 jenis spesies Anggrek. TN Gunung Ciremai juga memiliki 55 spesies mamalia, 152 spesies burung dan 75 spesies herpetofauna.

Kebakaran hutan

Meski semakin baik, menurut Padmo Wiyoso, npengelolaan TN Gunung Ciremai tetap menghadapi tantangan, termasuk kebakaran hutan yang tahun ini mencapai 117 hektare. Kebakaran terjadi di puncak Gunung Ciremai pada ketinggian 2.600-2.990 meter dari permukaan laut.

Dia mengatakan, kebakaran terjadi karena melimpahnya vegetasi berupa alang-alang dan semak belukar, yang merupakan sisa dari kegiatan garapan masyarakat.

"Ancaman kebakaran hutan di TN Gunung Ciremai memang termasuk tinggi karena tersedia vegetasi yang mudah terbakar," katanya.

Kebakaran yang terjadi, tambahnya, terjadi murni akibat faktor manusia, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian.

"Kebakaran saat ini sudah berhasil dikendalikan," katanya.

Untuk mencegah terulangnya peristiwa itu, saat ini manajemen Balai TN Gunung Ciremai telah melakukan sekat bakar dan menepatkan petugas di titik yang rawan selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

"Di beberapa lokasi alang-alang pun sudah dilakukan kegiatan rehabilitasi," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015