Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA melalui Galeri Foto Jurnalistik ANTARA (GFJA) menggelar pemutaran film dokumenter Rapat Raksasa Ikada, Sabtu, untuk memperingati peristiwa bersejarah Rapat Raksasa Lapangan Ikada pada 19 September 1945.... melihat peristiwa-peristiwa sejarah seperti terjadi sendiri-sendiri padahal semua ada garisnya. Maka film ini diputar kembali karena ini perlu...
Film yang dibuat Berita Film Indonesia (cikal bakal PFN) itu menggambarkan peristiwa besar memperingati satu bulan proklamasi kemerdekaan yang mempersatukan masyarakat Indonesia dari berbagai daerah.
"Film ini dapat dinikmati lagi setelah hilang dari peredaran. Film ini sangat penting sekali buat kita, semoga bisa terus diwariskan. Kalau tidak kenal (sejarah) maka tidak sayang," kata sejarawan Rusdhy Hoesein, usai acara pemutaran film, di Jakarta, Sabtu.
Film tersebut untuk pertama kalinya diputar kembali, kata dia, untuk menampilkan peristiwa demokrasi yang melibatkan partisipasi ratusan ribu masyarakat yang menuntut kedaulatan kemerdekaan setelah proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Saat itu, di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta)-- sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas, masyarakat yang dipelopori Komite Van Aksi berkumpul sejak pukul 05.00 WIB. Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemeirntah Republik Indonesia dengan rakyatnya meskipun sempat dilarang oleh pihak Jepang.
Pada sore harinya, Presiden Soekarno memberikan pidato singkat dengan durasi tidak sampai enam menit yang menjadi momentum perwujudan kewibawaan pemerintah terhadap rakyat dan kepercayaan diri rakyat Indonesia sebagai bangsa yang telah merdeka.
"Peristiwa 19 September itu menggambarkan bahwa rakyat menginginkan suatu pernyataan politik setelah satu bulan proklamasi kemerdekaan namun tidak ada perubahan karena Jepang masih berkuasa. Saat itu tidak ada kemajuan dari legitimasi kita sebagai bangsa dan negara," tutur Rusdhy.
Film yang sebelumnya dikoleksi Library of Congress Amerika Serikat berhasil diselamatkan Hoesein setelah mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dorojatun Kuntjoro Jakti, menyerahkan salinan koleksi film penting itu kepadanya.
"Kami melihat peristiwa-peristiwa sejarah seperti terjadi sendiri-sendiri padahal semua ada garisnya. Maka film ini diputar kembali karena ini perlu," kata Direktur GFJA, Oscar Motuloh.
Menurut Oscar, yang juga fotografer jurnalistik kenamaan itu, pemutaran film tersebut penting bagi anak muda untuk menunjukkan semangat pemuda saat itu serta menggairahkan lagi nasionalisme.
"Sejarah sangat perlu diserap anak-anak muda untuk menjadi peringatan penuh makna. Kita tidak mungkin melihat masa depan kalau tidak punya akar. Hanya dengan sejarah kita bisa merefleksikan itu semua," tutur Oscar.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015