Es yang terbuat dari sagu itu menjadi kuliner yang sudah sulit ditemukan. "Memang sudah jarang jadi banyak diburu pengunjung," kata penjual es selendang mayang Anda, kepada ANTARA News.
Bang Anda, demikian dia akrab disapa sudah berjualan es selendang mayang sejak tahun 1990.
"Awalnya saya ikutan "encing" (paman) saya. Sekarang putra saya suka bantu jualan tapi enggak tahu juga dia mau meneruskan atau tidak nanti," ujar Anda.
Anda yang sehari-hari berjualan di dalam kawasan Museum Fatahillah itu, menjelaskan ciri khas es selendang mayang ada pada adonannya.
"Kalau rasa yang aseli sudah tidak banyak yang jual, adonan dan rasanya beda. Selain itu, khas selendang mayang juga dijualnya dengan dipikul bukan pakai gerobak," jelas Anda.
Anda mengaku kerap diundang di berbagai acara kebudayaan Betawi atau hajatan. Ia menjual segelas es selendang mayang seharga Rp5.000.
Selain berjualan es selendang mayang, ia pun menjual bir pletok yang terbuat dari berbagai rempah-rempah seperti jahe dan kayu secang sebagai pewarna. "Bir pletok banyak dicari juga. Sebotol harganya Rp10.000," ujar Anda.
Pewarta: Monalisa
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015