"Nanti saja ya, saya ke dalam dulu," kata Denny di Mabes Polri di Jakarta, Senin, saat ditanya perihal maksud kedatangannya kali ini.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut tiba di Bareskrim pada pukul 13.15 WIB dengan didampingi tim kuasa hukumnya.
Dalam kasus payment gateway, Denny dituduh menyalahgunakan wewenang dalam proses pengadaan penyedia layanan pembayaran biaya pembuatan paspor secara elektronik atau yang disebut payment gateway saat menjadi wakil menteri.
Namun guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu membantah tuduhan korupsi tersebut dan menyatakan program itu dijalankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat.
Dalam kasus tersebut, Denny Indrayana diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun, denda paling banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, Kadivhumas Polri Brigjen Anton Charliyan menyatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut. Selain itu didapati pula adanya pungutan liar senilai Rp605 juta.
Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014, kemudian pada 10 Februari 2015 Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham.
Polri juga sudah memeriksa belasan saksi dalam penyidikan, termasuk di antaranya mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015