Warga gelar aksi tolak PLTU Batang depan Istana

5 Oktober 2015 19:28 WIB
Warga gelar aksi tolak PLTU Batang depan Istana
Penolakan PLTU Batang Warga yang tergabung dalam Paguyuban Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso dan Roban (UKPWR) Batang bersama aktivis Greenpeace menggelar aksi unjuk rasa di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Senin (5/10). Mereka meminta Presiden Joko Widodo membatalkan pembangunan PLTU di Kabupaten Batang, Jawa Tengah karena dinilai akan menghancurkan kawasan konservasi laut, lahan pertanian serta mencemarkan perairan laut yang akan mengancam kehidupan masyarakat setempat. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf) ()
Jakarta (ANTARA News) - Ratusan warga yang tergabung dalam Paguyuban Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso dan Roban (UKPWR) Batang bersama aktivis Greenpeace menggelar aksi unjuk rasa di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Senin.

Mereka meminta Presiden Joko Widodo membatalkan pembangunan PLTU di Kabupaten Batang, Jawa Tengah karena dinilai akan menghancurkan kawasan konservasi laut, lahan pertanian serta mencemarkan perairan laut yang akan mengancam kehidupan masyarakat setempat.

"Tenggat waktu sudah habis untuk PLTU Batang. Besok, proyek ini akan gagal memenuhi batas waktu penutupan keuangan (financial closing) untuk keempat kalinya, memunculkan pertanyaan tentang legalitas proyek jika pemerintah masih bersikeras untuk memperpanjang batas financial closing ini," kata Arif Fiyanto, Pimpinan Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara di sela-sela aksinya.

Proyek PLTU Batang dinilai sudah melewatkan tiga tahun tenggat waktu yang diperlukan untuk persetujuan yakni pada tanggal 6 Oktober 2012, 6 Oktober 2013, dan 6 Oktober 2014.

Greenpeace menyesalkan peletakan batu pertama untuk proyek PLTU Batang, yang berlangsung pada 28 Agustus 2015 lalu karena dinilai akan menghancurkan kawasan konservasi laut yang dilindungi -melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008, menghancurkan lahan subur sedikitnya di lima desa yang mengandalkan pertanian, mencemari perairan nelayan kaya ikan, mengancam mata pencaharian lebih dari 10.000 nelayan skala kecil.

"Terlebih lagi, akan menghasilkan 10,8 juta ton karbon ke atmosfer, " tambah Arif.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015