Asap makin pekat, Palangka Raya tak layak huni

20 Oktober 2015 16:23 WIB
Asap makin pekat, Palangka Raya tak layak huni
Kabut Asap Palangka Raya Memburuk. Perahu motor menembus kabut asap saat melintasi Sungai Kahayan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Minggu (18/10). Kabut asap akibat kebakaran lahan semakin memburuk melanda wilayah Palangka Raya, Kalteng. (ANTARA FOTO/Ronny NT)
Palangka Raya (ANTARA News) - Kota Palangka Raya, Selasa (20/10) pagi hingga sore, sudah tidak layak huni karena kondisnya gelap dan jarak pandang hanya 10 meter akibat tertutup asap.

Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Tjilik Riwut Palangka Raya, konsenrasi partikulat PM10 di Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah tersebut juga telah berada di atas 3.400 mikrogram per meter kubik.

"Kalau data pm10 dari pukul 07.00 sampai 15.00 wib rata-rata di kisaran 2.800. Dan, titik hotsponya mencapai 910 titik," kata Observer Stasiun Meteorologi Palangka Raya, Reni.

Pekatnya kabut asap di kota Palangka Raya tidak hanya berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan udara segar, namun juga membuat mata perih saat berada di luar ruangan.

Warga jalan Cempaka Kota Palangka Raya Yossie mengatakan mata akan sangat terasa perih saat mengendarai sepeda motor, sekalipun telah menggunakan kacamata maupun kaca helm ditutup.

"Jangankan di luar ruangan, di dalam rumah saja mata sakit karena kabut asap. Palangka Raya ini sudah seperti kota asap. Pekatnya kabut asap ini kan bukan hari ini saja, tapi sudah hampir dua bulan, dan terparah tiga hari terakhir," ucapnya.

Warga jalan Tjilik Riwut Sunardi mengatakan terpaksa mengungsikan anaknya yang berumur setahun tujuh bulan ke Pulau Jawa karena kondisi kabut asap di Palangka Raya sangat berbahaya bagi kesehatan.

"Anak saya sudah saya ungsikan tiga minggu ke Jogya. Sedih juga pisah dengan anak, tapi mau bagaimana lagi. Kondisi udara di Palangka Raya kan memang sangat tidak baik bagi kesehatan, khususnya anak bayi," kata Sunardi.

Pewarta: Jaya Wirawana Manurung
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015