BMKG: stasiun iklim lindungi pangan Yogyakarta

21 Oktober 2015 23:25 WIB
BMKG: stasiun iklim lindungi pangan Yogyakarta
Kepala BMKG Andi Eka Sakya menjelaskan fungsi alat pemantau cuaca, With Globe di BMKG. (ANTARA News / Martha Herlinawati S)
Yogyakarta (ANTARA News) - Kehadiran Stasiun Iklim di Yogyakarta yang baru diresmikan diharapkan dapat memberi sumbangsih perlindungan pangan secara langsung atau tidak langsung bagi daerah ini, kata Sekretaris Utama (Sestama) Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Widada Sulistya.

"Seiring rencana pemerintah menuju kedaulatan pangan, maka menjadi perhatian BMKG untuk mengumpulkan data klimatologi (iklim) yang nantinya digunakan sebagai antisipasi terhadap iklim buruk, terutama efeknya terhadap produksi lahan pangan," kata Widada dalam acara Peresmian Stasiun Klimatologi dan Pembangunan Sistem Radar Cuaca BMKG Yogyakarta di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu.

Dengan mengetahui perkiraan iklim dari stasiun klimatologi, kata dia, maka sektor pertanian dapat memperkirakan komoditas yang cocok ditanam dalam suatu musim.

Sementara itu, dia juga mengharapkan pembangunan Sistem Radar Cuaca BMKG Yogyakarta dapat turut serta dalam mendukung program ketahanan pangan pemerintah.

Radar cuaca, kata Widada, memiliki fungsi untuk mengamati pergerakan atmosfer bumi. Dari pengamatan ini akan diketahui berbagai hal mengenai fenomena cuaca dari atmosfer misalnya mengenai curah hujan, arah pergerakan angin dan suhu. Nantinya dari berbagai kombinasi data radar dapat diketahui seketika mengenai potensi hujan besar, angin ribut dan berbagai kondisi cuaca yang memiliki potensi merugikan pertanian.

Radar cuaca sendiri, lanjut dia, dapat memberi informasi peringatan dini cuaca 3-4 jam sebelum hujan lebat terjadi sehingga berbagai upaya dapat dilakukan guna mengantisipasi bencana yang bisa saja terjadi.

BMKG sendiri baru saja meresmikan Stasiun Klimatologi dan pembangunan Sistem Radar Cuaca yang nantinya dapat digunakan untuk mengumpulkan data iklim dan cuaca di kawasan Yogyakarta.

Menurut Widada, pemilihan Yogyakarta untuk lokasi stasiun iklim dan sistem radar tersebut menilik kawasan ini menjadi salah satu sentra produk pangan/padi di antara 11 kawasan yang ada di Indonesia.

Selain itu, lanjut dia, DIY menjadi salah satu daerah yang kerap dilanda bencana seperti angin puting beliung, tanah longsor dan kekeringan. Gempa bumi meski jarang terjadi tapi memiliki daya rusak yang tinggi seperti terjadi pada tahun 2006 di Yogyakarta.

"Dengan stasiun klimatologi dan radar cuaca ini nantinya dapat melengkapi proses pengumpulan data fenomena alam. Tadinya hanya stasiun geofisika (untuk pemantauan gempa bumi) dan kini ada penambahan fasilitas. Dengan ini, maka informasi fenomena alam di Yogyakarta akan lebih banyak lagi dan dapat diakses masyarakat," kata dia.

Sejauh ini, masyarakat dapat mengakses bermacam informasi fenomena alam seperti soal iklim, cuaca dan gempa bumi lewat media dalam jaringan seperti internet, media sosial dan aplikasi ponsel pintar.

Selama ini, BMKG juga memprioritaskan mengirimkan info iklim dan cuaca untuk Badan Penanggulangan Bencana Nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Dengan langkah ini, BNPB/BPBD dapat secara cepat dalam mengantisipasi dan menangani bencana akibat fenomena alam yang merugikan. Lembaga ini juga mengirimkan data-datanya kepada komunitas penanggulangan bencana swadaya masyarakat.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015