"Tiga hal yang harus diperhatikan itu adalah teknologi, pemerataan infrastruktur di sentra tambak udang dan integrasi proses hulu-hilir," kata Konsultan di Ipsos Consulting Indonesia Juanri di Jakarta, Kamis.
Juanri mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sekitar 80 persen dari entitas budidaya perairan di Indonesia masih menjalankan praktik pertanian tradisional. Agar kompetitif harus mengadopsi peralatan dan teknik produksi yang modern.
Juanri mengatakan meskipun kerja sama swasta dan pemerintah dapat mempercepat modernisasi di sektor budidaya perairan di Indonesia, tetapi juga harus diperhatikan ketersediaan bantuan keuangan dan teknis untuk petambak bukanlah pekerjaan mudah.
Lebih jauh, Country Manager Ipsos Consulting Domy Halim menunjuk penambak di Sulawesi masih menghadapi persoalan berupa infrastruktur jalan yang buruk dan pelabuhan laut yang tidak memiliki perlengkapan memadai sehingga menyulitkan petambak udang dan pemroses di daerah tersebut.
Sekretaris Jenderal Shrimp Club Indonesia (SCI), Andi Tamsil menyampaikan di Jawa Timur sebagai daerah paling produktif penghasil udang masih mengalami kesulitan pasokan listrik. Sehingga mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk menggunakan genset.
Apabila pemerintah ingin meraih target pertumbuhan tinggi produksi udang, maka infrastruktur harus dibenahi dengan serius, ujar Andi.
Domy menjelaskan, dari segi geografis Indonesia kurang menguntungkan karena sentra produksi dipisahkan laut bandingkan dengan Thailand dan Vietnam. Kedua negara tetangga ini memiliki pusat budidaya udang di wilayah Tenggara dan Mekong River Delta yang dapat diakses melalui jalur darat sehingga lebih efisien dan produktf.
Kemudian yang juga perlu dibenahi adalah integrasi antar pelaku dalam rantai nilai agar lebih efisien. Selama ini penanam benih, pembudidaya dan pemroses bertindak sendiri-sendiri dan menyulitkan koordinasi produksi untuk memenuhi permintaan pasar, ujar Domy.
Beberapa perusahaan besar seperti PT Central Proteina Prima dan PT Suri Tani Pemuka telah berupaya mengintegrasikan secara vertikal pengoperasiannya di mana mereka dapat mengontrol dan mengarahkan keseluruhan siklus produksi sesuai permintaan pasar.
"Untuk lebih menggali potensi industri udang Indonesia ini, diperlukan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik di sepanjang rantai nilai agar lebih efisien lagi, ujar Domy.
Domy melihat pembentukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir tahun 2015 ini memberikan peluang untuk menarik investasi ke Indonesia, tetapi juga harus diingat aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja dan modal juga akan ikut bebas masuk di dalamnya.
Pemerintah dan pelaku industri perlu menyadari dan mengatasi masalah-masalah dalam industri udang di Indonesia jika ingin tetap kompetitif dalam ekonomi regional baru, ujar dia.
Pewarta: Ganet D
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015