Mereka datang berombongan dengan didampingi para guru dan asisten guru. Satu orang dewasa mendampingi kurang lebih delapanan siswa yang berusia belasan tahun itu.
Wajah siswa-siswi dari Sekolah Khusus Spectrum tersebut terlihat sumringah saat menginjakkan kaki di pelataran museum. Dengan menyandang tas ransel dan botol minum, mereka berlomba-lomba masuk ke dalam museum, menyebrangi teras dengan pilar-pilar menjulang tinggi.
Di halaman dalam museum sudah disiapkan kendi-kendi gerabah beserta cat, celemek dan kuas. Perupa keramik, Adhy Putraka menyambut mereka dengan senyuman. Seniman lulusan ITB itu sudah akrab dengan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut karena sudah sering mengajar di workshop sekolah khusus tersebut.
Beberapa bersemangat, ingin tahu ini itu dan tak bisa diam. Beberapa ada yang mandiri, duduk merapikan diri dalam barisan dan sesekali mengingatkan temannya supaya duduk rapi juga. Ada yang "ngambek", tidak mau duduk atau pakai celemek dan hanya menerawang mengamati teman-temannya yang aktif lari-larian.
"Serunya begini, memang harus sabar menghadapi mereka. Saya memang dibilang ngajar mereka. Tapi sesungguhnya saya yang banyak belajar dari mereka. Saya belajar bersyukur dan bersabar," kata Adhy di sela-sela kegiatan.
Adhy mengatakan, menghias kendi sangat baik untuk melatih kerja syaraf motorik anak-anak berkebutuhan khusus.
Rima, salah seorang guru Sekolah Khusus Spectrum pun mengatakan kegiatan seperti itu baik untuk melatih kemandirian ABK. "Di sekolah pun mereka teori-nya sedikit, lebih banyak praktik seperti ini supaya anak tidak bosan dan melatih kemandirian mereka. Kegiatan menghias kendi seperti ini baik untuk melatih kesabaran mereka, melatih gerakan syaraf motorik, melatih otot mata, daya ingat dan juga pendengaran mereka."
Salah seorang siswi berkebutuhan khusus kelas IX, Eurika Sondang Sarah (18) mengaku senang bisa melakukan kegiatan di luar sekolahnya.
"Saya paling suka mewarnai, melukis rumah-rumahan, membuat topeng, membuat vas bunga. Semuanya menyenangkan," kata Eurika yang bercita-cita menjadi polisi sekaligus PNS itu. "Nanti kalau sudah jadi polisi, saya akan buka toko untuk bantu Papa dan Mama. Papa kan PNS, sering ke luar kota, saya ingin jadi seperti dia. Kalau polisi itu biar sama seperti saudara Papa di Medan."
Setelah selesai dilukis, karya anak-anak pun dijemur, sambil menunggu kering mereka menikmati makan siang bersama.
Adhy berharap kelak anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengisi pameran seperti dirinya. "Saya yakin mereka bisa, yang mereka butuhkan adalah fasilitas, pengakuan dan dukungan."
Acara tersebut merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian pameran keramik yang digelar di museum tersebut sejak 16 Oktober hingga 25 Oktober 2015 mendatang.
"Pameran ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap perkembangan keramik di Indonesia, serta meningkatkan fungsi dan peran Museum Seni Rupa & Keramik di bawah pengelolaan UP Museum Seni sebagai jendela budaya seni rupa Indonesia," kata kata Dyah Damayanti, Kepala Unit Pengelola Museum Seni Rupa.
"Jadi masyarakat tidak hanya disuguhkan karya para seniman keramik tetapi juga belajar membuat keramik lewat workshop," kata dia.
Oleh Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015