"Tiongkok masih menjadi sasaran utama promosi karena potensinya sangat besar dengan pertumbuhan wisatawan ke luar mencapai 11 persen per tahun, bahkan yang ke Indonesia pertumbuhannya sampai 20 persen," kata Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata I Gde Pitana di Cirebon, Sabtu.
Ia menjelaskan, dari periode Januari sampai Agustus pada tahun 2015 tercatat ada 779 ribu wisatawan Tiongkok ke Indonesia atau naik 20 persen dibanding periode sama tahun 2014.
Terkait dengan perilaku buruk Tiongkok yang banyak dilontarkan sejumlah pelaku wisata, Pitana menjelaskan, belum tentu semuanya benar karena banyak juga catatan-catatan serupa yang ditujukan ke wisatawan Timur Tengah dan India, bahkan juga ditujukan ke wisatawan lokal.
"Harus diwaspadai itu merupakan upaya untuk melemahkan trend kenaikan kunjungan wisatawan Tiongkok," katanya pada acara Sosialisasi Pemasaran Pariwisata Mancanegara kepada media nasional.
Sementara Budi Harjanti dari Asdep Strategi Pemasaran Kemen Pariwisata menjelaskan, terjadi trend baru tujuan wisatawan Tiongkok yang selama ini hanya wisata belanja menjadi wisata diving dan adventure yang pangsanya adalah wisatawan kelas menengah atas.
"Ada 35 persen, wisatawan Tiongkok itu kelas menengah atas dan ini sudah berlangsung beberapa tahun," katanya.
Ia mengimbau, iklim usaha di Bali harus sudah bebenah lebih baik karena dulu banyak biro perjalanan yang belum menyiapkan tenaga yang mampu berbahasa China.
"Memang bahasa menjadi kendala dari wisatawan Tiongkok mengetahui lebih banyak informasi tentang Destinasi sehingga ke depan harus lebih banyak lagi dicetak pemandu wisata yang mampu berbahasa China," katanya.
Demikian juga untuk pemandu berbahasa Jepang dan Korea masih belum tersedia banyak di sejumlah Destinasi.
Selain wisatawan Tiongkok, menurut Budi, Indonesia juga perlu menggarap pasar India yang trendnya naik secara stabil.
"Kita jangan terpengaruh dengan kampanye bahwa wisatawan Tiongkok dan India itu rewel, karena diduga itu hanya strategi agar mempengaruhi pelaku wisata kita, padahal dua negara itu potensial," katanya.
Ia menjelaskan, wisatawan Tiongkok memang suka berbicara dengan suara keras dan terus berusaha mendapat penjelasan yang memuaskan atas segala sesuatunya. "Tetapi itu adalah karakter mereka dan itu adalah tantangan kita agar bisa melayani dengan sabar," katanya.
Pewarta: Budi Santoso
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015