"Perlu dibudidayakan sebab banyak masyarakat yang belum tahu pakemnya jaranan di Kediri itu seperti ini. Dengan pentas ini, pakem jaranan di Kediri keluar," katanya menanggapi atraksi para seniman jaranan dalam acara Gerebek Suro 2015, Jaranan Kota Kediri, di Kediri, Jawa Timur, Sabtu.
Ia mendukung kegiatan pementasan kesenian jaranan itu, antara lain karena atraksi tersebut merupakan salah satu upaya untuk melestarikan sejarah.
Namun, ia juga berharap, kesenian dari Kediri tersebut nantinya mempunyai pakem atau ciri khas tersendiri.
"Kalau soal mematenkan itu senimannya, yang jelas kegiatan ini nguri-uri, melestarikan sejarah," ujarnya.
Ia juga meminta atraksi kesenian itu tidak hanya terhenti dengan kegiatan pementasan tersebut, melainkan terus dikembangkan dan ada proses regenerasi seniman.
Ia mengaku akan terus mendorong para seniman agar mengembangkan kesenian jaranan menjadi lebih baik.
"Kami terus dorong supaya lebih maju dan lebih bagus lagi," ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar mengatakan kegiatan itu diikuti 30 kelompok kesenian jaranan di Kota Kediri.
Mereka menampilkan berbagai macam atraksi jaranan dengan beragam perlengkapannya, antara lain kuda lumping dan celeng.
"Kegiatan ini diikuti seluruh seniman di Kota Kediri. Mereka menampilkan kesenian jaranan yang merupakan kesenian dari Kediri," katanya.
Ia mengatakan, atraksi itu untuk memunculkan ciri khas dari kesenian jaranan, misalnya tentang gerak serta kemiripan dengan kesenian jaranan dari daerah lain seperti jaranan jawa.
Sampai saat ini, kata dia, gerak untuk kesenian jaranan dari Kediri belum dipatenkan, sebab masih mencari formulasi gerakan yang tepat.
Selain itu, katanya, untuk mematenkan gerak juga harus melakukan serangkaian penelusuran sejarah yang melibatkan banyak pihak, seperti arkeolog maupun para pelaku sejarah.
Namun, ia optimistis kesenian jaranan itu dari Kediri, misalnya tokoh Dewi Songgolangit itu Dewi Kilisuci atau Dewi Sekartaji.
Namun, pemerintah kota juga terbuka jika daerah lain ingin mengembangkan kesenian tersebut. Saat ini, masalah pematenan tidak menjadi nomor satu, dan yang diutamakan adalah mencari patokan jelas gerakan untuk dikembangkan.
"Kalau soal paten belum final, sebab harus melibatkan arkeologi, sejarah. Ada implikasi kesejarahan yang harus dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015