• Beranda
  • Berita
  • "728 hari" sisa hari inspiratif penyandang lupus

"728 hari" sisa hari inspiratif penyandang lupus

8 November 2015 13:21 WIB
"728 hari" sisa hari inspiratif penyandang lupus

Sebagian hasil riset. Disusun dalam bentuk kronologi periode waktu. Dari Eva kanak-kanak sampai meninggal."

Ketika mengetahui usia tersisa tinggal 728 hari lagi, Eva Meliana Santi memilih untuk melakukan sesuatu yang berarti.

Dokter memberitahu Eva bahwa sakit lupusnya sudah demikian hebat sehingga  umurnya tinggal hitungan hari.

Potret perjalanan hidup seorang penyandang lupus Eva Meliana Santi dituangkan dalam novel 728 Hari karya Djono W. Oesman.

Lewat novel itu, diungkapkan usia Eva baru 14 tahun ketika harus menjalani terapi bor di punggung demi menegakkan diagnosis hingga fakta positif terkena lupus pun harus ditanggungnya.

Buku setebal 336 halaman terbitan Melvana Publishing, Jakarta, itu merupakan buah tulisan kisah nyata yang sebagian besar merupakan hasil wawancara dengan Eva semasa hidup, serta keluarganya.

"Sebagian hasil riset. Disusun dalam bentuk kronologi periode waktu. Dari Eva kanak-kanak sampai meninggal," kata Djono W. Oesman dalam kata pengantar buku tersebut di halaman 5.

Buku itu memuat inspirasi tak kenal menyerah perempuan yang telah divonis menderita penyakit lupus sejak usianya 14 tahun. 

Sejak itulah ia harus menjalani terapi dan rawat inap di rumah sakit paling tidak sekali atau dua kali dalam setahun.

Ibunya yang bernama Sugiarti merupakan tokoh yang juga sentral dalam perjalanan hidup Eva.

Bagi Eva, Sugiarti merupakan jembatannya menuju surga lantaran kesabarannya dalam mendampingi Eva dalam setiap sakitnya.

Tokoh Nanan yang digambarkan sebagai suami paling setia juga tak kalah menarik untuk diperhatikan. Sebab jarang ada pria yang rela tetap berada di samping istrinya dengan status pernikahan tanpa anak yang wajib dijalani untuk menekan risiko kematian akibat lupus.

Bahkan meski isu perselingkuhan Nanan sempat merebak dalam kehidupan rumah tangga mereka. Toh Nanan tetap ada di sisi Eva sampai napas terakhir perempuan itu.

Sebagai odapus (orang dengan lupus), Eva tergolong tak biasa. Meski tak hendak menolak takdir penyakitnya, ia tetap bekerja tak kenal lelah baik sebagai MC (Master of Ceremony) maupun aktif di kegiatan sosial Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

Langkah Inspiratif
Perjalanan hidup Eva selama 38 tahun bisa dikatakan seluruhnya adalah inspirasi. Eva menjadi simbol yang pernah ada bagi sebagian orang agar tidak mudah menyerah apalagi mengeluh dan depresi untuk hanya sebuah penyakit.

Meski sakit, Eva ingin semua yang senasib dengannya, para penyandang lupus tidak larut dalam kesedihan dan meratapi penyakit yang diderita.

Hobinya juga tak biasa, Eva jatuh cinta pada parasailing atau paralayang yang baginya serasa menyulap diri bagai kupu-kupu.

Paralayang dianggapnya seperti gladi resik perpisahan roh dengan badan, dia seolah melakukan gladi resik kematian ketika berparalayang sebagaimana diceritakan pada halaman 314.

Langkah hidup Eva bahkan menarik perhatian seorang tokoh nasional, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang pernah sesaat berinteraksi dengannya.

Dahlan terharu dan terbersit pernah ingin membiayai pengobatan Eva hingga ke Jerman, namun toh belum sempat terwujud.

Bagaimanapun Eva adalah Dahlanis sejati (sebutan bagi para penggemar tokoh Dahlan Iskan) yang banyak melakukan berbagai aktivitas dan kegiatan sosial.

Maka inilah kegiatan Eva setiap hari, MC sana-sini pulang pergi baik ke dalam maupun luar kota, bahkan belajar jurnalistik, dan paginya senam pagi bersama YLI di Monas, Jakarta Pusat.

Dahlan Iskan dalam peluncuran buku 728 Hari yang terbit pertama pada Oktober 2015 itu mengatakan Eva merupakan sosok yang menganut paham "intensifikasi umur". Dengan mengintensifkan umurnya untuk melakukan banyak hal yang menginspirasi banyak orang sehingga mudah sekali untuk mengenang sosok seorang Eva terutama bagi mereka yang pernah mengenalnya.

"Dia wanita. Muda. Aktivis. Tidak pernah menyerah. Termasuk saat penyakit langka yang mematikan ditemukan berada dalam tubuhnya yang energetik. Djono W. Oesman membuat 728 Hari begitu hidup," kata Dahlan Iskan pada cover belakang buku itu.

Penulis buku best seller Surat Kecil untuk Tuhan Agnes Davonar menilai buku itu sebagai kisah yang menyentuh dan penuh dengan nilai-nilai inspirasi.

Tak ketinggalan Ketua Yayasan Lupus Indonesia Tiara Savitri yang mengenal dekat Eva mengatakan novel ini akan menjadi sumber inspirasi bagi para penderita lupus, juga semua orang yang diberi cobaan hidup, agar tidak mudah menyerah.

Dramatisasi Ringan
Meskipun penuh dengan pujian, toh novel itu masih perlu pendalaman dalam hal dramatisasi.

Pada bagian akhir di halaman 323 saat Eva menghembuskan napas terakhirnya, harapan pembaca untuk mendapatkan akhir yang dramatis kurang terpenuhi 100 persen.

Selain dalam beberapa bagian buku ini terasa penuh sesak dengan informasi yang dijejal-jejalkan.

Hal itu boleh jadi wajar mengingat bukan sesuatu yang mudah untuk menuangkan kisah hidup seseorang dalam hanya 336 halaman.

Gaya penulisan ala wartawan yang "langsung pada intinya" agak sedikit terasa mengingat sang penulis Djono W. Oesman adalah wartawan kawakan jebolan Grup Jawa Pos yang memulai karier jurnalistik sejak 1984.

Namun gaya penulisan langsung itu adakalanya menjadi pedang bermata dua bagi sebuah hasil karya sastra.

Pembaca memang akan diperkaya dengan infomasi yang demikian lengkap namun di satu sisi, ia pernah kehilangan "roh" dalam setiap kisah yang diceritakannya. Akibatnya ada beberapa bagian yang terasa "kering".

Namun di luar itu semua, Djono W. Oesman mampu mengemas novel itu dengan baik sehingga novel layak untuk dibaca semua kalangan bukan semata bagi penyandang penyakit lupus.

Novel ini bahkan enak dibaca bagi mereka yang ingin mendapatkan inspirasi tentang bagaimana menghargai waktu dan hidup yang singkat ini.


Informasi tentang buku ini:

Judul : 728 Hari

Penulis : Djono W. Oesman

Penerbit : Melvana Publishing

Jumlah halaman : 336

Cetakan : Oktober 2015

Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015