• Beranda
  • Berita
  • Walhi : konflik TPST Bantargebang akibat ketiadaan ITF

Walhi : konflik TPST Bantargebang akibat ketiadaan ITF

15 November 2015 06:28 WIB
Walhi : konflik TPST Bantargebang akibat ketiadaan ITF
Bersihkan Sampah Kali Sentiong Petugas kebersihan membersihkan sampah yang menumpuk di Kali Sentiong, Sunter, Jakarta, Kamis (12/11). Pemprov DKI Jakarta melakukan pengerukan sampah di kali tersebut sebagai salah satu upaya mengantisipasi banjir di Ibu Kota saat musim hujan. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

ITF itu berfungsi layaknya kantong sampah di DKI agar mereka tidak terlalu bergantung pada Bantargebang,"

Bekasi (ANTARA News) - Ketua Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup Jakarta Bagong Suyoto menilai konflik Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang tidak perlu terjadi bila Pemerintah Provinsi DKI merealisasikan "Intermediate Treatment Facility" (ITF).

"ITF itu berfungsi layaknya kantong sampah di DKI agar mereka tidak terlalu bergantung pada Bantargebang," katanya di Bekasi, Sabtu.

Dalam perjanjian kerja sama antara pengelola TPST Bantargebang yakni PT Godang Tua Jaya dan Pemprov DKI pada 2007 lalu disepakati pembuatan empat titik ITF.

"Namun sampai saat ini ITF itu tidak ada yang terwujud, sehingga sampah menumpuk seluruhnya di Bantargebang," ujarnya.

Dikatakan Bagong, sampah warga DKI yang sampai di TPST Bantargebang saat ini sudah mencapai 6 ribu ton lebih per hari.

Kondisi itu, kata dia, telah melampaui volume sampah yang disepakati dalam perjanjian tersebut, yakni 3 ribu ton sampah pada 2015 dan 2 ribu ton sampah pada 2016.

Pengurangan tonase sampah itu dihitung berdasarkan prediksi daya tampung ITF bilamana fasilitas itu terwujud di empat titik kawasan DKI.

"Rencananya per titik ITF itu akan mampu menampung rata-rata 1.500 ton sampah per hari. Sehingga sampah yang sampai di TPST Bantargebang bisa berkurang volumenya," katanya.

Namun demikian, ketiadaan ITF itu membuat penanganan sampah di TPST Bantargebang menjadi tidak maksimal, salah satunya terkait dengan rencana penerapan teknologi gasifikasi atau pengolahan sampah menjadi energi gas.

"Proyek tersebut tidak bisa jalan karena sampah yang ditimbun tidak dibiarkan membusuk, namun justru ditiban terus menerus dengan sampah yang baru sehingga gas metan sulit diproduksi," katanya.

Bagong pun memaklumi belum terealisasinya fasilitas ITF di DKI mengingat nilai investasinya yang relatif mahal.

"Per lokasi ITF butuh sekitar Rp2 triliun untuk kapasitas 1.500 ton sampah per hari. Mungkin biaya itu terlalu mahal," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015