Selama tahun 2012-2014, program inisiatif dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs itu dilakukan di Mentawai (Sumbar), Karawang (Jabar), Tosari (Jatim), Berau (Kaltim), Ogotua dan Lindu (Sulut), serta Enda (NTT).
"Masalah utama dari tujuh wilayah tersebut adalah akses air bersih rata-rata tidak ada, status gizi rata-rata kurang, dan persoalan akses menuju layanan kesehatan, entah tempatnya terlalu jauh atau tidak ada tenaga kesehatan di sana," kata Ketua Dewan Pembina CISDI dan Staf Khusus Menteri Kesehatan RI bidang Peningkatan Kemitraan dan SDGs Dian Saminarsih, di Jakarta, Selasa.
Dian mengungkapkan setelah tiga tahun program Pencerah Nusantara dijalankan, terjadi peningkatan pada semua indikator tidak hanya dari intervensi kesehatan yang dilakukan oleh tim tetapi juga intervensi sosial.
Indikator untuk menilai kinerja Pencerah Nusantara merupakan adopsi dari SPM Puskesmas Berprestasi sebagai standar nasional yang mencakup manajemen puskesmas, upaya perbaikan gizi, kesehatan ibu dan anak/keluarga berencana, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar.
Tim Pencerah Nusantara angkatan pertama Liza Pratiwi memberi contoh antara lain indikator gizi masyarakat, SPM ketujuh wilayah berada diantara 0,1 hingga 0,25 yang tergolong buruk atau memiliki raport merah.
"Setelah tiga tahun intervensi, SPM berubah menjadi diantara 0,71 hingga 0,93 yang tergolong baik atau memiliki raport hijau. Beberapa indikator SPM lainnya yang semula termasuk raport merah atau kuning, menunjukkan perbaikan menjadi raport kuning atau hijau di ketujuh wilayah tersebut," jelas Liza.
Ia menambahkan, Pencerah Nusantara juga berhasil mengidentifikasi permasalahan kesehatan di masing-masing daerah yang paling krusial dan kemudian merangkul pemangku kepentingan terkait sehingga terwujud bentuk intervensi yang kolaboratif dan partisipatif pada program prioritas.
"Misalnya Ende mampu meningkatkan perilaku hidup sehat masyarakat dengan melahirkan kawasan bebas asap rokok, Tosari berhasil meningkatkan akses kesehatan reproduksi remaja melalui pembentukan Laskar pencerah," tutur Liza, yang juga menjabat sebagai Koordinator Riset dan Pembangunan CISDI.
Selain itu, lanjutnya, Berau mampu meningkatkan kesehatan ibu dan anak yang dibuktikan dengan peningkatan persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 67,6 persen yang sebelumnya hanya 48,3 persen.
"Data temuan di lapangan akan menjadi baseline yang akan terus kami pantau apakah setelah Pencerah Nusantara tidak ada akan berubah atau tidak. Kami akan melakukan asistensi teknis jarak jauh serta kunjungan dua kali setahun untuk monitor," jelas Koordinator Program Manajemen Eksternal CISDI Egi Abdul Wahid, yang juga angkatan pertama Pencerah Nusantara.
Dengan berakhirnya masa bakti Kantor Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, pengelolan Pencerah Nusantara secara resmi dibawah naungan LSM Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).
Selanjutnya, Pencerah Nusantara akan dilakukan di sepuluh wilayah Indonesia yakni Aceh Selatan (Nangroe Aceh Darussalam), Bengkulu Utara (Bengkulu), Muara Enim (Sumatera Selatan), Lampung Selatan (Lampung), Lebak (Banten), Katingan (Kalimantan Tengah), Mamuju Utara (Sulawesi Barat), Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Maluku Tenggara Barat (Maluku), dan Sorong (Papua Barat), untuk angkatan keempat yang pendaftarannya mulai dibuka pada 23 November 2015.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015