"Minyak kelapa sawit itu, kecuali dalam minyak goreng, kandungannya sangat kecil dalam produk-produk turunan yang dikonsumsi konsumen Indonesia, jadi tidak akan berpengaruh ke harga barang," kata Global Outreach and Engagement Director RSPO, Stefano Savi, di sela pertemuan tahunan RSPO ke 13 di Kuala Lumpur, Rabu.
Ia menuturkan, selama ini pertimbangan harga merupakan hal utama bagi konsumen Indonesia dalam memilih barang konsumsi, termasuk produk minyak kelapa sawit.
Konsumen di Tanah Air, lanjut Stefano, selama ini juga hanya mengenal produk minyak kelapa sawit dalam bentuk minyak goreng. Padahal, kelapa sawit merupakan komoditas yang biasa digunakan dalam banyak produk seperti margarin, cokelat, es krim, sabun, kosmetik, bahan bakar minyak (BBM) dan pembangkit listrik.
Hal itu tercermin dalam survei yang dilakukan oleh Daemeter Consulting guna memotret persepsi konsumen terhadap produk minyak kelapa sawit berkelanjutan.
Survei dilakukan terhadap 700 responden perempuan dewasa pemegang keputusan belanja kelas menengah dan atas di kota Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, dan Surabaya pada Mei-Agustus 2015.
Hasilnya, tingkat kesadaran konsumen Indonesia terhadap produk minyak kelapa sawit berkelanjutan masih rendah meski ada sekitar 27 persen diantaranya yang menyatakan siap untuk mendukung dan beralih ke produk minyak kelapa sawit berkelanjutan.
Oleh karena itu, Stefano mengaku akan terus mendorong komunikasi dengan konsumen di Indonesia untuk meningkatkan konsumsi produk minyak kelapa sawit berkelanjutan.
Pihaknya juga mengaku akan menggandeng sejumlah lembaga, termasuk lembaga swadaya masyarakat untuk mendorong penggunaan produk minyak kelapa sawit berkelanjutan.
"Minyak kelapa sawit itu tidak negatif juga, itu juga tercermin dalam survei. Makanya jika konsumen peduli, dia pasti akan beralih ke produk yang berkelanjutan," ujarnya.
Dalam survei yang sama, persepsi positif mengenai minyak kelapa sawit mencapai 59 persen, lantaran sektor tersebut dinilai berkontribusi dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan petani kecil serta peningkan devisa negara.
Sementara persepsi negatif mengenai minyak kelapa sawit mencapai 26 persen karena dinilai merusak lingkungan atas kasus kebakaran hutan yang terjadi.
Sustainable Palm Oil Program Manager WWF-Indonesia Agung Putra, dalam kesempatan yang sama, mengatakan tingkat pengetahuan konsumen di Indonesia mengenai minyak kelapa sawit berkelanjutan memang masih rendah ketimbang tingkat kebutuhannya dalam membeli suatu produk.
Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan edukasi mengenai produk minyak kelapa sawit berkelanjutan sebagai upaya pelestarian lingkungan.
"Memang di situ tantangan menghadapi konsumen Indonesia yang berbeda, makanya kami akan terus melakukan edukasi dan pemahaman," kata Putra menambahkan pihaknya berencana meluncurkan aplikasi "mobile" panduan konsumen.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015