BPJS bisa bangkrut gara-gara kartel obat

29 November 2015 14:01 WIB
BPJS bisa bangkrut gara-gara kartel obat
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf (tengah). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

akan sangat berbahaya jika perusahaan farmasi ini bersekongkol dalam menetapkan harga obat

Makassar (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persainngan Usaha (KPPU) menyatakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa dibangkrutkan oleh kartel obat.

"Ini sementara kita terus lakukan pengawasan karena akan sangat berbahaya jika perusahaan farmasi ini bersekongkol dalam menetapkan harga obat," tegas Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Makassar, Minggu.

Dia mengatakan, besarnya beban biaya yang harus ditanggung BPJS untuk menebus obat-obat tertentu atau obat paten ditengarai bisa merusak neraca keuangan.

Syarkawi Rauf menyebutkan dari 201 perusahaan obat di Indonesia itu terdapat 26 perusahaan asing farmasi dan hanya 5-7 perusahaan asing lain yang fokus pengembangan dan produksi obat paten.

"Harga obat paten ini yang sangat-sangat mahal dan menguras biaya pengobatan konsumen, terlebih jika obat itu ditanggung oleh layanan kesehatan kita," katanya.

KPPU selama beberapa bulan ini terus mengawasi industri kesehatan, khususnya bidang farmasi terkait alur perdagangan obat.

"Terkait tingginya harga obat, secara khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintahkan kepada KPPU untuk memeriksa alur jual beli obat di Indonesia," kata Syarkawi.

Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk 252.164.800 jiwa dan diprediksi mencapai 268.074.600 jiwa pada 2019. Jumlah ini menjadi peluang bagi pelaku usaha kesehatan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya.

Tercatat pada 2014 Industri farmasi di Indonesia mencatatkan omset Rp52 triliun dan pada 2015 diperkirakan tumbuh 11,8 persen menjadi Rp56 triliun.

"Obat-obatan dengan resep dokter berkontribusi 59 persen dan obat bebas atau generik sebesar 41 persen dari keseluruhan pasar," kata Syarkawi.

Dari nilai kapitalisasi industri itu, perusahaan farmasi nasional menguasai 70 persen pangsa pasar, sedangkan 30 persen sisanya dikuasai perusahaan farmasi asing.

Namun demikian perkembangan industri farmasi ternyata tidak berbanding lurus dengan kemudahan akses masyarakat Indonesia terhadap obat murah dan pelayanan kesehatan yang terjangkau.

"Inilah yang menjadi permasalahannya dan ini yang akan kita awasi. Ini juga perintah langsung dari Pak JK," sebut dia.

Untuk itu KPPU akan menggelar jajak pendapat dengan mengundang Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, dan banyak lagi.

"Melalui hearing ini, diharapkan KPPU akan mendapatkan masukan dari stakeholder industri kesehatan dan mendapatkan informasi serta data yang diperlukan guna melakukan analisa persaingan usaha terkait industri farmasi," tutupnya.

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015