Andris Wijaya sukses dengan nasi liwet instant

30 November 2015 06:28 WIB
Andris Wijaya sukses dengan nasi liwet instant
Pekerja menunjukkan kemasan beras liwet Seribu Satu (1001) di pabrik pengolahan beras liwet tersebut di Kampung Banjarsari, Desa/Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. (arsip2012/ANTARA FOTO/Feri Purnama)

Untuk kali pertama saya kirim satu kontainer ke Amerika Serikat, dan hingga kini tidak pernah kembali."

Andris Wijaya (35) dengan produk "Nasi Liwet instant 1001"mencatatkan diri sebagai usahawan muda Tanah Air yang berhasil mengangkat kuliner tradisional menjadi kuliner modern mampu menembus pasar Timur Tengah hingga Amerika Serikat.

"Awalnya, saya sempat ragu ketika diminta ibu untuk pulang kampung, tapi setelah saya pikir-pikir ada benarnya juga, karena sayang, ayah sudah membangun pabrik dengan susah payah, sementara setelah beliau meninggal dibiarkan vakum begitu saja," kata Andris yang kelahiran Garut, Jawa Barat.

Ayah Andris, Dedy Mulyadi, punya usaha penggilingan beras sejak tahun 1974 dan sempat mengalami masa kejayaan pada tahun 1984 dengan mengirimkan beras bermerek "Beras Garut 1001" ke Jakarta sebanyak 57 ton per hari.

Sayangnya, kata Andris, "Beras Garut" itu setelah tiba di Jakarta mereknya selalu diganti menjadi "Beras Pandan Wangi" asal Cianjur.

Usaha keluarga itu terpaksa berhenti pada 1996 karena Dedy Mulyadi tutup usia. Ketika itu, kakak-kakak Andris sudah memiliki usaha sendiri, sementara dirinya sendiri masih bersekolah.

Tujuh tahun kemudian barulah Andris membulatkan tekad pulang kampung untuk meneruskan usaha penggilingan beras.

Saat itu Andris sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai karyawan dengan pendapatan cukup lumayan sebagai seorang bujangan.

Namun, ia yang berlatar lulusan Diploma III Politeknik Institut Teknologi Bandung jurusan Teknik Energi sedari awal sudah menyadari bahwa dirinya tidak cocok dengan profesi sebagai pekerja. Ia merasa memiliki karakter yang lebih condong sebagai wirausaha.

"Saya sempat melamar di PLN, perusahaan migas ternama, tapi heran juga mengapa selalu gagal di psikotes. Sedih juga ketika itu, mengapa teman-teman bisa lolos. Ternyata ada hikmah, memang saya tidak cocok sebagai karyawan," kata pria kelahiran Garut, 6 Agustus 1979 ini.

Bungsu dari lima bersaudara ini pun tak luput dari hantaman badai saat meneruskan usaha penggilingan padi ayahnya.

Ia ditipu rekan bisnis sehingga mengalami kerugian yang cukup besar pada 2005 sehingga terlilit utang hingga Rp200 juta.

Pabrik penggilingan beras seluas satu hektare pun terpaksa dijual tapi tak kunjung ada pihak yang mau membeli.

Saat itu, sambil menunggu pembeli pabrik, Andris mulai mempelajari ulang karakteristik beras garut. Ini menjadi titik awal kesuksesan karena memunculkan semangat untuk memperbaiki manajemen perusahaan dan memperbarui mesin pabrik.

Penggilingan yang semula satu kali diubah menjadi tiga kali sehingga beras yang dihasilkan benar-benar bersih dan bebas dari kutu dan pasir.

"Inilah awalnya, karena mesin baru membuat beras yang dihasilkan jadi lebih bersih. Saya pun berpikir, jika hanya dijual sebagai beras curah dan ketika sampai di Jakarta justru merek beras garut-nya diganti jadi beras Thailand, maka sayang sekali," ucap dia.

Ia menyayangkan ini karena secara kualitas, beras garut yang dihasilkannya sudah di atas rata-rata karena memiliki kelebihan yakni putih alami, tidak hambar, gurih, dan tahan lama. Bahkan satu hari di rice cooker, beras garut tidak akan mengeluarkan bau dan berubah warna.

"Awalnya saya berpikir untuk menjadikan beras garut ini oleh-oleh, tapi persoalannya jangankan orang di luar garut, warga garut sendiri saja terbilang kurang peduli dan tidak tahu keunggulan beras garut," ujar dia.

Kemudian, muncul ide yakni harus melahirkan suatu produk makanan berbahan beras yang dapat dijadikan perantara untuk mengangkat nama berat garut.

Lalu, Andris melakukan riset sederhana pada 2011, Andris mendapatkan kesimpulan bahwa kuliner khas Jawa Barat berbahan beras yang paling digemari yakni nasi liwet.

Mulai saat itu, bermodalkan uang Rp30 juta, Andris berupaya keras menemukan formula ideal rasa nasi liwet yang lezat.

Ia membayangkan suatu produk yang unik, belum pernah ada, dan praktis seperi layaknya mie instant yang mudah dibawa ke mana-mana.

Awalnya, Andris belajar dari sang kakak untuk mendapatkan racikan bumbu nasi liwet yang paling pas. Ternyata, dalam eksperimen itu, ia menemukan bahwa bahan baku nasi liwet ini bisa dikeringkan, dan tidak perlu menggunakan pengawet untuk tahan lama.

Kemudian racikan buatannya ini dibandingkan dengan restoran-restoran yang ada di Jawa barat untuk menemukan formula rasa nasi liwet yang sesuai dengan selera semua orang.

Andris pun mendapatkan formula nasi liwet yang hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk membuatnya dengan bumbu instant, sementara jika dibandingkan secara konvensional maka membutuhkan waktu 45 menit.

"Hingga suatu saat, ada yang mengatakan bahwa nasi liwet buatan saya lebih enak dari restoran. Sejak saat itu, saya pun percaya diri untuk mengembangkannya," kata dia.

Lalu, tepat setelah setengan tahun sejak mulai bereksperimen, pada Juli 2011, Andris mendaftarkan produknya pada Dinas Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah sebelumnya dinyatakan lolos uji kandungan gizi halal di laboratorium Universitas Padjajaran Bandung.

"Mulailah sejak saat itu, saya ke mana-mana bawa rice cooker. Ke tempat fitness, sengaja saya masak di sana, supaya aromanya tercium ke seluruh ke ruangan," kata Andris tertawa.

Kemudian, Andris juga gencar mendatangi seluruh toko oleh-oleh khas Jawa Barat untuk menawarkan produk buatannya. Sungguh berat ketika itu, karena sebagian besar toko menolaknya.

Tak mau berputus asa, Andris pun mengratiskan produk buatannya asalkan toko yang didatangi mau memanjang kemasan nasi liwet instant.

Produk itu berkomposisi 500 gram yang terdiri dari tiga macam rasa, yakni liwet instantt rasa jengkol, jambal, dan petai dengan beras beraroma jeruk dan jambu. "Saya yakin, satu pintu tertutup, satu pintu lagi terbuka," kata dia.

Kemudian, titik terang pun muncul ketika mendatangi beberapa kantor pemerintahan. Ia pun mendapatkan respon positif dengan mulai diajak pameran.

Ia mengisahkan, dalam sebuah pameran, mantan Wakil Bupati (Wabup) Garut Dicky Chandra memborong seluruh produk yang dijajakannya.

"Di sanalah titik awal popularitas liwet instantt dimulai. Setelah Pak Dicky memborong produk saya, nama nasi liwet instantt 1001 mulai dikenal dan diburu konsumen," ucap Andris.

Sejak saat itu, produk Nasi Liwet 1001 ini mulai dikenal pasar, terlebih lagi banyak media massa yang mulai meliput karena bisa membuat produk kuliner khas daerah dalam kemasan. Lebih menyenangkan lagi baginya, toko yang sempat menolak justru meminta barang.

Terus Berinovasi
Meski sudah sukses dengan liwet instant ini, tak lantas membuat Andris berpuas diri. Saat ini ia sedang mencari formula untuk membuat nasi uduk instant sembari terus mengembangkan restoran Sunda-Belanda miliknya di Garut.

Khusus untuk nasi liwet instant, Andris berkeinginan menelurkan produk yang bisa sekali seduh seperti layaknya mie instant, atau tidak lagi selama 20 menit.

"Saat ini masih bereksperimen, mudah-mudahan tahun 2016 sudah ada hasilnya," kata dia.

Sembari menunggu lahirnya produk unggulan, Andris terus mengembangkan bisnis dengan merambah pasar luar negeri.

Berbekal bisnis online yang sudah dijalankan sejak 2012, permintaan dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Dubai, hingga Amerika Serikat mulai berdatangan sejak 2014.

Hal ini cukup mengejutkannya, karena nasi liwet buatannya juga digemari di Dubai dan Amerika Serikat.

"Untuk kali pertama saya kirim satu kontainer ke Amerika Serikat, dan hingga kini tidak pernah kembali," kata pria yang berkantor di Jalan Raya Samarang no 52 Kabupaten Garut.

Sementara, di pasar dalam negeri sendiri, Andris berkeinginan melebarkan sayap hingga ke seluruh pelosok Tanah Air karena sementara ini produknya hanya mudah ditemui di pasar modern kawasan Jabodetabek, dan beberapa daerah di luar Jawa.

Dengan pengembangan usaha itu, Andris ingin lebih banyak menyerap tenaga kerja meski saat ini sudah memiliki 270 orang tenaga kerja dari semula hanya tiga orang.

Tenaga kerja ini untuk membuat 1500 kemasan liwet instantt dari 6 kuintal beras garut, yang dibuat dalam kemasan berkomposisi 500 gram dengan harga Rp25 ribu.

Sukses dengan nasi liwet instant, Andris juga tetap menjalankan pabrik penggilingan beras. Setiap pekan, dia  mengirim beras garut ke Pasar Beras Cipinang sebanyak 38 ton.

"Sebetulnya, nasi liwet instant ini adalah alat untuk mengangkat beras garut. Dengan mencicipi liwet, diharapkan pembeli menjadi bertanya mengenai asalnya. Jika sudah begini maka pangsa pasar akan terjaga sehingga harga pun stabil (selalu ada permintaan) dan petani akan semakin sejahtera," kata suami Rully Putri Mustika ini.

Pandangan Andris yang luas untuk memberdayakan masyarakat ini tak ayal menggugah BNI Syariah yang memilihnya menjadi salah seorang duta Mutiara Bangsa Berhasanah.

Andris, terpilih bersama 13 orang wirausaha unggul Tanah Air melalui proses seleksi ketat dari 415 kandidat di tahun 2014.

"Siapa lagi yang membangun negeri ini jika bukan kita, jangan hanya mementingkan diri sendiri, tapi cobalah berbuat yang bermanfaat bagi orang lain," pesan Andris.

Oleh Dolly Rosana
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015